Top Artikel

Mau dibawa kemana pendidikan kita ?

0 komentar
TwitThis

KKN

1 komentar
TwitThis
Makanan favorit masa kecil:

















Makanan favorit mahasiswa pas bokek:

















KKN Korupsi Kolusi Nepotisme Kuliah Kerja Nyata Krupuk Kecap Nasi :










Game-game Terbaik, Terlangka Cuma di Indonesia

1 komentar
TwitThis
Transankot : Ravenge Of The Braga Street


Need For Speed : Most Angkot - Kelapa-Ledeng Edition


Grand Thief Auto Bandung City Stories


Microsoft Becak SimulatorX : Bandung Edition


Tukul May Cry 4


Resident pocong : The Soto Babat Crochoniles


Tarno Potter and The Sate Building Mysteri


Damri 2

10 Kampus Berbintang di Indonesia

0 komentar
TwitThis
Ratifikasi universitas belakangan ini tidak ubahnya dengan ratifikasi hotel, yakni dengan menggunakan simbol bintang.
Bagaimana tidak, sebuah laman dengan nama QS Star Top University meratifikasi puluhan universitas di Indonesia dengan memberikan skor menggunakan simbol bintang.

Ada pun poin yang dinilai yakni penelitian, kepegawaian, pengajaran, infrastruktur, internasionalisasi, inovasi, dan keadministrasian.

Masing-masing poin tersebut diratifikasi, untuk menentukan berapa jumlah bintang guna menyandang predikat Universitas paling Tp versi QS STARS "Rated for Excellence" 2011.

Berikut daftar Universitas paling Top versi QS STARS, yang dikutip:

1. Institut Teknologi Bandung (ITB)
ITB mendapat skor bintang paling tinggi, yakni empat bintang. Kampus Ganesha ini mendapat lima bintang pada poin internasionalisasi dan teknologi engineering, empat bintang pada poin infrastruktur, dan inovasi, tiga bintang untuk penelitian, kepegawaian dan administrasi, serta satu bintang untuk pengajaran.

2.Institut Teknologi Sepuluh November (ITS)
ITS mendapat tiga bintang pada QS STARS Rated for Exellence 2011, dengan perolehan bintang tertinggi pada poin infrastruktur, inovasi, dan administrasi, yakni sebanyak lima bintang. Empat bintang pada poin kepegawaian, tiga bintang untuk poin internasionalisasi, dua untuk pengajaran, serta satu binitang untuk penelitian.

3. Institut Pertanian Bogor (IPB)
Kampus ini merupakan kampus "bintang dua" pada QS STARS, dengan perolehan bintang terbanyak pada poin internasionalisasi sebanyak lima bintang, dan masing-masing empat bintang pada poin infrastruktur dan inovasi, tiga bintang untuk administrasi, masing-masing dua bintang untuk kepegawaian dan pengajaran, serta masing-masing satu untuk Pertanian dan penelitian.

4. Universitas Diponegoro (Undip)
Meski mendapat dua bintang, undip unggul di infrasturktur dan administrasi dengan memperoleh lima bintang. sebanyak empat bintang untuk poin internasionalisasi, tiga bintang untuk kepegawaian, dan masing-masing satu bintang untuk penelitian, pengajaran, serta inovasi.

5. Universitas Padjadjaran (Unpad)
Mendapat dua bintang secara keseluruhan, dengan bintang terbanyak pada poin internasionalisasi dan administrasi, empat bintang pada infrastruktur, tiga bintang untuk kepegawaian, dua bintang untuk penelitian dan masing-masing satu bintang untuk pengajaran dan inovasi.

6. Universitas Jember (Unjem)
Unjem menyandang kampus bintang dua dengan penyebaran bintang terbanyak pada poin infrastruktur dan administrasi, yakni sebanyak lima bintang. Masing-masing tiga bintang untuk internasionalisasi dan kepegawaian, dan masing-masing dua bintang untuk pengajran dan penelitian.

7. Universitas Gunadarma (Gundar)
Termasuk salah satu kampus bintang dua dengan perolehan skor lima bintang pada administrasi, maing-masing empat pada kepegawaian dan inovasi, tiga bintang untuk infrastruktur, dan masing-masing satu bintang untuk inovasi dan pengajaran.

8. Universitas Katolik Parahiyangan (Unpar)
Secara keseluruhan, Unpar mendapat predikat bintang dua, dengan poin adminstrasi sebagai poin yang mendulang lima bintang, empat bintang pada infrastruktur, masing-masing tiga bintang untuk internasionalisasi dan kepegawaian, serta masing-masing satu bintang pada poin pengajaran dan inovasi.

9. Universitas Brawijaya (UB)
UB juga mendapat dua bintang untuk Rated for Exellence. Dengan penyebaraan masing-masing empat bintang untuk kepegawaian dan administrasi, masing-masing tiga bintang untuk infrastruktur dan inovasi, dua bintang untuk penelitian, serta maing-masing satu bintang untuk pengajaran dan internasionalisasi.

10. Universitas Bina Nusantara (Binus)
Binus mendapat dua bintang secara keseluruhan, dengan perolehan bintang terbanyak di poin infrastruktur, sebanyak empat bintang. Masing-masing tiga bintang pada kepegawaian dan administrasi, dua bintang untuk internasionalisasi, serta masing-masing satu bintang untuk penelitian dan pengajaran.

Lantas UNIKOM masuk posisi ke berapa ? -___-

Inspirasi The Beatles Ternyata Dari Band Indonesia

0 komentar
TwitThis
Siapa sangka ternyata legenda The Beatles cara bermusiknya dan aksi panggungnya terinspirasi dari Band Indonesia yakni THE TIELMAN BROTHER'S. THE TIELMAN BROTHER'S menjadi sejarah musik Rock n Roll di Indonesia yang dilupakan bangsanya. Mereka adalah orang keturunan Maluku yang besar di Surabaya dan pindah ke Belanda untuk mengadu nasib. Mereka adalah kakak beradik dari pasangan Herman Tielman dan Flora Lorine Hess.



THE TIELMAN BROTHER'S, Andy Tielman sang frontman sering beratraksi bermain gitar dengan gigi, di belakang kepala atau di belakang badan, jauh mendahului Jimi Hendrix pada tahun 1956. Aksi ini 11 tahun sebelum permainan gila gitaris Jimi Hendrix yang terkenal pada tahun 1967.

Pelopor musik Rock n Roll adalah BAND INDONESIA!!!!! Band inilah yang menginspirasikan THE BEATLES!!!!! Band ini datang sebelum masa Rock n Roll dan band ini adalah orang INDONESIA!!!!Keturunan Maluku yang besar di Surabaya.



Paul McCartney ternyata mengagumi band ini dan terinspirasi THE TIELMAN BROTHER'S sebelum The Beatles terkenal pada awal 1960-an. Saat The Beatles manggung di Jerman, grup band asal Inggris ini sempat melihat penampilan THE TIELMAN BROTHER'S yang manggung menggunakan Hofner Violin Bass. Dan saat itulah pertama kalinya Paul McCartney melihat Hofner Violin Bass. Andy Tielmans sang gitaris memakai Fender Jazz Master khusus 10 strings. Fender sengaja mengirim Representativenya ke Jerman saat itu untuk merancang gitar buat Andy Tielmans.

Pada awal tahun 1960-an, mereka menciptakan 4 lagu ciptaan mereka sendiri, yaitu My Maria, You're Still The One, Black Eyes, dan Rock Little Baby. Lagu-lagu mereka ini ternyata disukai oleh orang2 Belanda. Mereka menyebut musik THE TIELMAN BROTHER'S sebagai musik beraliran Indorock.

Dedikasi dan Inovasi Andy sangat berpengaruh bagi perkembangan budaya pop Belanda sehingga membawa gelar The Godfather of Dutch Rock n Roll, The Uncrowned King of Indorock, dan penghargaan Order of the Orange-Nassau ke pangkuanya. Jadi, mulai sekarang kita harus bangga dengan apa yang sudah kita miliki, dan jangan melupakan sejarah tentang bangsa sendiri.

Tipe-tipe Mahasiswa

0 komentar
TwitThis

tentunya mahasiswa seperti itu tentu pasti punya sejarah dan kesan saat kuliah, selain menimba ilmu tetapi dapat mengaktualisasi dan bergaul dengan teman, dosen dan civitas kampus.

so Mahasiswa seperti apa dirimu...?

1.KURA-KURA (Kuliah-rapat yang menghasilkan sesuatu)

2.KUPU_KUPU (Kuliah-PULANG)

3.KUMAN (Kuliah-maen-Nongkrong yang nda berguna)

4. Mahasiswa Kunang-Kunang

Mahasiswa Kunang-Kunang bukanlah tipe mahasiswa yang kalo pagi kepalanya selalu berkunang-kunang gara-gara begadang ngerjain soal, tapi adalah tipe mahasiswa yang selalu berkunang-kunang gara-gara semaleman nggak tidur dan kelayapan kemana-mana. Nongkrong di mall, dugem, hang out, dll, Kunang-Kunang, artinya adalah mahasiswa yang Kuliah sambil Senang-Senang, meskipun keliatannya lebih banyak porsi senang2nya.

5. Mahasiswa Kuda

Hah, kuda? Hieeeeeeek… Ini mahasiswa apa kuda? Jangan salah sangka dulu, definisi mahasiswa Kuda disini adalah Kuliah sambil DAgang, alias mahasiswa yang punya jiwa entrepreneur yang tinggi. Sambil kuliah, sambil dagang. Apa yang diperdagangkan? Ya macem2, bisa makanan, aksesoris, alat tulis, bahkan contekan master laporan praktikum sekalipun. Jasa titip absen juga bisa diperdagangkan lho!

6. Mahasiswa Kultum

Mahasiswa Kultum. Apa kepanjangan dari Kultum? Kultum adalah KULiah Terserah antUM. Mau kuliah atau nggak kuliah, terserah antum. Jadi, hari ini mau masuk kuliah apa bolos aja nih? Ya terserah antum…

7. Mahasiswa Kuman

Mahasiswa Kuman, meskipun kedengerennya aneh, tapi harus diakui pasti ada tipe mahasiswa Kuman di sekitar kita. Emang kaya gimana sih tipe mahasiswa Kuman? Mahasiswa Kuman adalah mahasiswa yang dateng Kuliah tapi belom Mandi. Jadi secara nggak langsung dia telah mendzhalimi temen2 sekelasnya dengan bau harum yang memancar semerbak dari tubuhnya itu.

8. Mahasiswa Kupret

Apa kepanjangan dari kata Kupret? Nggak ada kepanjangannya, kupret ya kupret. Jadi mahasiswa Kupret adalah mahasiswa yang Kutu Kupret. Kupret dasar!.. hehee

9. Mahasiswa Kusen

Disadari atau nggak, mungkin ada banyak tipe mahasiswa Kusen disekitar kita. Mahasiswa Kusen adalah mahasiswa yang Kuliahnya titip ABSEN. Sebenernya mahasiswa kaya gini bisa dibilng makhluk ghaib, soalnya orangnya nggak nongol di kelas, tapi kok di absensi ada tanda tangannya ya?

10. Mahasiswa Kudis

Kudis, Kuliah-DISiplin. Waouw, keliatannya keren juga nih tipe mahasiswa Kudis, mahasiswa yang kuliah dengan penuh kedisiplinan tinggi. Emangnya disiplin dalam hal apa? Ya nggak tau juga sih, mungkin disiplin nyontek tugas, disiplin nyalin laporan, atau disiplin titip absen. Bener-bener disiplin! Wokeh, itu tadi ada beberapa tipe mahasiswa yang saya tawarin disini. Kalo kamu punya tipe mahasiswa versi kamu sendiri ya silahkan ditambahin.

Mungkin ada tipe mahasiswa Kuburan, KUliah sambil liBURAN. Mungkin ada tipe mahasiswa Kuntilanak, Kuliah tapi udah punya anak. Mungkin ada tipe mahasiswa Kutu, KUliah dengan IP satU. Dan sebagainya

My Campus --> UNIKOM

0 komentar
TwitThis

Mau curhat, hahaha kebiasaan blogger kalo ga punya temen curhat pasti curhat lewat postingannya,, yasudahlah. Yah walau akhirnya saya tidak jadi bekerja karena saya lulusan smk IT.. tahun ini saya melanjutkan kuliah di UNIKOM. Ada yang ga tau UNIKOM ? TERLALU..hehe. Yah secara saya ingin melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan yang sama saat SMK,, kebetulan saat ini UNIKOM sedang naik daun dan banyak prestasi-prestasi yang telah dicapai, apalagi kalau bukan ROBOTIC. Nah saya daftar dan USM saya berhasil, saya diterima dan registrasi. Nah, yang paling deg-deg.an tuh nunggu ospek, katanya gak ada ospek, waduh kalau ada berabe >.<

PMB UNIKOM diadakan di sabuga, disuruh pakai kostum seperti sales, hehe keren ga ? :D. Lalu memakai pita tanda jurusan,, acara disana lumayan,, pengenalan kampus+rektor-rektor dan dosen. Tidak lupa juga ada acara yang membosankan. Yang paling kesel itu acara yang bikin ngantuk. Buset dah... esok harinya ospek di kampus,, nah ini baru rame, pengenalan jurusan, organisasi mahasiswa dan ukm, dll. Saat itu juga seore harinya ada pembagian kelas, saya masuk IF-16 .. yah lumayanlah.. semoga cepet akrab sama temen-temen baru. Ga nyangka saat hari pertama, melihat wajah-wajah baru, banyak sekali mahasiswa yang berasal dari luar pulau jawa, ada yang dari medan, bengkulu, makassar, bahkan dari PAPUA.

Dan hari itu juga saya terpilih menjadi wakil kelas. Dipikir-pikir, badan saya kecil, pendek, pendiem. KO bisa ya dipilih jadi wakil KM ?? hmm..padahal melihat teman-teman badannya pada besar dan tinggi.. jadi minder deh,, tapi itu bukan menjadi masalah..karena semua itu pembelajaran,, butuh proses.. ini adalah lambang/logo kelas kami :


'IFNALAS(IF ENAM BELAS UNIKOM 2011)'

'jadwal IFNALAS selama semester satu ke depan'

Cara Memasang Dasi sendiri

0 komentar
TwitThis
Aneka Cara Pasang Dasi (How to wear your Tie)
KLIK GAMBAR UNTUK MEMPERBESAR

Memasang dasi? kalau saya sih udah lama tuh gak pernah ngelakuin. Kalau di suruh pasti gak bisa. Untuk rekan-rekan KerjainSendiri, ini ada artikel menarik cara melakukannya apabila sewaktu-waktu perlu pakai dasi, misalnya pas mau presentasi bisnis ke calon investor atau buat yang masih cari-cari kerja pas ada peluang interview.

Simpul Yang Sempurna-Four-in-hand



















Langkah-langkahnya :

(1) Ambil bagian A yang lebih panjang dan lebih lebar dari B, dan silangkan di atas B.

(2) Putarkan A mengelilingi dan berada di bawah B.

(3) Sekarang kembalikan A di atas B.

(4) Dan tarik A ke atas melewati simpul sekeliling leher anda.

(5) Kemudian tarik A ke bawah lewat simpul yang anda buat dengan A. Kencangkan kedua tali dasi diatur seimbang sehingga bentuk simpul tersebut seperti "V" membentuk lekuk.

(6) Tarik simpul tersebut ke atas dengan agak kencang mengelilingi leher anda, yakinkan bahwa B lebih pendek dari A dan A mencapai ujung dari sabuk

Simpul Baru-Shelby



















Langkah-langkahnya:

(1) Mulai dengan dasi bagian dalam menghadap ke luar, A dibawah B.

(2) Tarik A melewati dan di bawah B.

(3) Tarik kencang.

(4) Tarik A menuju ke kiri.

(5) Tarik A ke atas melewati simpul di sekeliling leher anda.

(6) Bawa A melewati simpul dan kencangkan.

Half Windsor



















Langkah-Langkahnya :

(1) Ambil A, yang lebih panjang dan lebih lebar dari B, dan silangkan di atas B.

(2) Putar A mengelilingi belakang B.

(3) Kemudian tarik A ke atas.

(4) Dan kembalikan A melewati simpul

(5) Sekarang tarik A lurus ke depan B

(6) Dan sekali lagi tarik A ke atas melewati simpul

(7) Tarik A ke bawah melalui simpul yang di depan.

(8) Kencangkan simpul menggunakan dua tangan.

Perfect Bow (dasi kupu-kupu):



















Langkah-Langkahnya :

(1) Letakkan tali dasi mengelilingi leher anda, yakinkan bahwa A lebih panjang dari B (catatan: dasi kupu sangat fleksibel untuk berbagaia macam ukuran leher)

(2) Silangkan A di atas B

(3) Sekarang tarik A ke atas melalui bawah simpul yang mengelilingi leher anda.

(4) Kencangkan simpul sedikit dan lipat ujung dasi satunya (B)

(5) Tarik A di atas bagian B yang sudah ditekuk dilipat.

(6) Sekarang bagian yang agak sulit, perhatikan lebih dekat dari gambar. Lipat A ke belakang dan tarik melewati simpul yang ada di belakang dasi

Ayah Mengapa aku Berbeda The Movie ( proses dibalik layar)

1 komentar
TwitThis

Syuting awal film ayah mengapa aku berbeda telah dimulai pekan ini, saya akan memperkenalan beberapa karakter novel dan pemerannya. buat yang belum tau kisah ini, kamu bisa membaca kisah ini disini
http://irsyadfahmy.blogspot.com/2011/08/part-i-ayah-mengapa-aku-berbeda.html
ayah mengapa aku berbeda berkisah tentang perjuangan gadis tunarungu membuktikan kepada dunia bahwa ia terlahir dengan tujuan, tujuan yang ia buktikan walau penderitaan dalam hidupnya tidak pernah berhenti karena kerterbatasan yang ia miliki.



Angel : diperankan oleh Dinda Hauw
Ayah Angel : diperankan oleh Surya Saputra
Nenek Angel : diperankan oleh Rima Melati
Ferly : diperankan oleh Indra Sinaga Lyla Band
Martin : diperankan oleh Fendy Chou
Agnes : Diperankan oleh Khazari
Hendra : Diperankan oleh Rafi Cinau
Ibu Katrina : Diperankan oleh Rhena Ipeh

dan beberapa karakter lainnya. sebelumnya diadakan audisi pemeran yang telah diambil dari 500 orang perserta sejabotabek.

berikut foto2 adegan film yang akan diputar November 2011:

"angel saat pentas ulang tahun sekolahnya"

"perkenalan angel dengan hendra (rafi cinoun) saat ia sekolah"

"Agnes , angel dan Hendra dalam sebuah adegan"

"surya saputra sebagai ayah angel"

"ferly dan angel saat mereka bersama"

"Agnes diperan oleh kazhari salah satu orang yang selalu melakukan kekerasan terhadap angel"

"fendy chow sebagai Martin , rima melati sebagai nenek angel , findo sang sutradara, renah ipeh sebagai ibu guru katrina"

Ayah, Mengapa Aku Berbeda ? ( PART III )

36 komentar
TwitThis
LAGU DIPUTAR OTOMATIS DENGAN MENYALAKAN SPEAKER/HEADSET


Cinta hadir ketika aku beranjak dewasa

hari ini…

Aku masih bisa ingat. Saat terakhir aku berhasil membuktikan kepada semua orang, akan karunia yang Tuhan berikan kepadaku. Tentang bagaimana aku terlahir tuli dan bisu berusaha untuk bersyukur akan kehidupan yang aku miliki. 5 tahun sudah berlalu dan kini aku telah menjadi gadis remaja yang tumbuh dan semakin mengerti arti perjuangan hidup. Agnes, sahabat yang telah melakukan beberapa kesedihan dalam hidupku, ia memutuskan pindah sekolah setelah kejadian panggung itu. Aku tidak pernah berharap itu semua terjadi. Tapi ia pergi…

Sahabat-sahabat Agnes yang dulunya membenciku, mereka tidak lagi mempermasalahkan kehadiranku di klub musik sekolah. Tapi mereka tidak pernah bicara padaku. Kalau boleh jujur, aku merasa sangat kesepian berdiri diantara mereka. Tak ada yang mau bicara padaku, kalaupun ada, hanya beberapa orang yang mau menerima aku sebagai gadis cacat diantara anak-anak normal lainnya. Tapi akhirnya aku melewatkan bangku sekolah menengah pertama dan akhirnya berpisah dengan semuanya karena sekolahku tidak memiliki tingkatan sekolah umum.

Kondisi ayahku membaik pasca serangan jantung itu. Ia kembali ke rumah dan menghabiskan waktunya hanya dengan beristirahat. Kami beruntung memiliki tunjangan pengabdian ayahku selama bekerja di perusahaan yang dulu ia bernaung. Aku tau, kehidupan semakin sulit karena keuangan kami tidak hanya bisa diandalkan dengan uang pensiun ayah. Aku ingin bekerja tapi usiaku masih 16 tahun. Tidak akan yang mau menerimaku sebagai pekerja sampingan terutama karena aku cacat.

Aku sekolah di tempat yang baru dan tak begitu jauh dari rumahku. Cukup berjalan kaki sekitar 15 menit lamanya. ketika aku, pertama kali menginjak ruang kelasku. Aku berharap pada Tuhan agar semua teman-teman baruku ini mau menerimaku. Ya semuanya, menerima tapi sebelum mereka menyadari kalau aku tuli. Aku bisa merasakan mereka membicarakan aku walaupun berbisik-bisik. Aku hanya tersenyum dan akhirnya mendapatkan satu teman yang pria yang agak gemuk bernama Hendra. ia memakai kacamata yang bulat dan pipinya yang tembem terasa lucu ketika tertawa karena akan memerah seperti tomat.

Ia sahabat baruyang mau menerima dan belajar untuk bicara perlahan denganku, kami duduk berdua dan hanya berdua di kelas ini yang bicara. Aku sudah biasa dengan sikap seperti ini, terlebih ketika Hendra bertanya padaku lewat tulisan di buku agar tidak terdengar yang lain.

“ Angel, apa kamu tidak merasa mereka menunjukkan sikap aneh?”

“ Ya, aku merasa dan tidak masalah..” tulisku.

Sebagian siswa di kelas mungkin bukan cobaan terberat bagiku, sampai akhirnya aku baru menyadari senior di sekolahku. Mereka mulai mencari masalah padaku, saat aku berjalan dan mereka berteriak padaku. Aku tidak mendengar. Mereka berpikir aku sombong dan tidak hormat pada mereka. 3 orang wanita yang tak kukenal mendekatiku.

“ kamu budek ya? Ga denger aku panggil kamu?”

Aku ingin jujur tapi aku tidak bisa katakan saat ini. Aku hanya terdiam, mereka mendorong tubuhku hingga aku terjatuh. Lalu Hendra muncul, ia menolongku.

“ Suruh teman kamu untuk menghormati senior!! Dipanggil pura-pura budek!!”

Hendra terdiam membangunkan aku, lalu bertanya mengapa tidak kau katakan saja keadaanku sehingga mereka paham aku bukan tidak mendengar panggilannya. Aku hanya tersenyum dan berkata cepat atau lambat mereka akan tau. Itu lah hari pertamaku di sekolah dan aku tau akan banyak cobaan yang akan datang padaku. Di sekolahku ini, klub bermusik hanya dikhususkan untuk angkatan kedua, dan siswa baru tidak akan bisa ikut hingga tahun kedua.

Saat pulang sekolah, aku berpikir untuk mencari buku pelajaran yang baru saja dikatakan oleh wali kelasku. Aku pergi ke toko buku, tanpa aku sadari saat aku pergi ke dalam toko buku tanpa membawa dompetku yang tertinggal di rumah sejak tadi pagi. Aku memang ceroboh hari ini. Ketika sudah mendapatkan buku yang aku mau dan saat itu di meja kasir, aku sangat panik karena tidak memiliki uang untuk membayar. Kasir perempuan itu melihatku dengan aneh dan seperti menunggu.

“ Totalnya 105.000 Rupiah?”

Aku tidak bisa bicara, sehingga aku terdiam. Seseorang pria yang usianya tak jauh dariku, muncul seperti pangeran.

“ Ini temanku, biar aku yang bayar” kata pria itu, aku melihatnya dengan kebingungan. Ia memberikan plastic berisi buku yang kubeli padaku, lalu berkata.

“ Aku sudah melihat kamu sejak tadi, kamu tidak membawa dompet kamu ya..”

Aku menganggukkan kepalaku, tak kupercaya pria yang berdiri didepanku ini begitu tampan. Kami berjalan hingga pintu keluar. Aku bingung bagaimana cara menyampaikan ungkapan terima kasih dan mengganti biaya yang ia keluarkan untuk belanjaanku.Aku menuliskan di kertas dengan merobek buku saku kecil yang selalu kusiapkan untuk orang yang tak mengertiku bicara dan ia melihatku dengan aneh.

“ Bagaimana caranya aku membayar kamu? terima kasih atau pertolongan kamu.” tulisku dan Ia melihatku dengan aneh, tapi mulai menyadari ada yang aneh denganku, hatiku terasa berat untuk mengatakan kalau aku cacat hingga akhirnya aku tak kuasa menuliskan keadaanku.

“ Ooo begitu, baiklah, namaku Ferly, kamu bisa mencari aku di café depan tempat aku bekerja sebagai pelayan kopi, lihat toko berlogo wanita itu bernama café cup.”

“ namaku Angel. Baiklah, aku besok akan datang lagi ya..”

Ia tersenyum padaku, aku pun pergi. Aku tidak tau apa yang harus aku katakan sebagai tanda perpisahan, tapi ia sungguh berkesan pada pandangan pertamaku.

***

Keesokan harinya, aku tidak pernah menduga kalau seisi sekolah sudah tau keadaanku yang cacat. Wali kelasku memang tidak sempat berbicara dengan anak-anak di kelas tentang keadaanku. Tapi sepertinya setiap aku melangkah ke kelasku, semua menatapku dengan aneh.Sampai akhirnya aku duduk di kelas dan Hendra langsung katakan padaku kalau semua sudah tau kondisiku. Aku tau Hendra cemas dan aku mencoba tegar dan berkata dengan begitu bukannya lebih baik untukku sehingga tidak ada lagi yang bisa kututupi.

Ketika jam istirahat sekolah, aku teringat akan roti bekal isi selai kacang yang ayah berikan padaku. Ia memasukkan kotak bekal itu didalam tasku. Aku ingin menyantapnya di taman sekolah bersama Hendra. karena disana konon banyak sekali siswa yang bermain basket dan aku ingin melihatnya. Saat aku terduduk dengan tenang disudut lapangan. Kakak seniorku yang kemarin mendorongku, muncul. ia melihat kotak makananku.

“ Aku baru tau kalau sekolah ini mengizinkan anak cacat untuk sekolah..” katanya kepada tiga orang sahabat disampingnya.

Aku tak berani menatap matanya, sedangkan Hendra disampingku menatap mereka.

“ Hei gendut. Suruh teman kamu kesini, aku ada tugas untuk mereka.”

“ Dia sedang makan..”

“ Aku tidak peduli, cepat..”

Hendra tak kuasa melawan, ia memegang pundakku. Kakak kelas itu memanggilku dengan jarinya seolah memanggil seekor anjing di jalan. Aku mendekati.

“ Bisa ngerti apa yang aku omong kan? Walau kamu tuli, harusnya kamu bisa mengerti apa yang aku omongin dari mulutku” katanya dan aku menganggukan kepala.

“ Kamu lihat di tengah lapangan itu, ada pemain basket dengan tulisan angka 22. Dekatin dia, dan suruh dia kemari..”

Aku menatap pria yang ia maksud dan aku hanya terdiam.

“ Buruan..” kata kakak kelasku dan aku terdiam tak ingin bergerak.

Satu diantara temannya yang bertubuh agak besar, lalu menarik tanganku. Hendra ingin menolongku tapi tak kuasa karena dua orang perempuan lain mencegahnya. Mereka mengacam akan memberikan hal yang lebih buruk bila ikut campur dengan urusan mereka. Aku tau aku tak berdaya ketika mereka menyeretku ke pintu gerbang basket.

“ Ingat, ini aku lakukan sebagai penegasan rasa hormat kamu kepada senior, namaku Maya, harusnya kamu tau, aku disini paling berbahaya..”

Aku terdorong hingga kedepan pintu gerbang dan beberapa orang sedang bermain basket. Aku berjalan perlahan dan mendekat kepada pria itu yang sedang bermain, tapi tanpa kusadari sebelum itu terjadi sebuah bola basket seberat 1/2kg menimpa kepalaku, aku tersentak kesakitan. Beberapa orang terdiam, Maya berlari padaku. Ia seperti berbeda,

“ Maaf, adik kelasku ini tuli..” kata Maya yang bersikap baik padaku.

“ Kamu gapapa..” kata pria dengan nomor 22 di bajunya.

“ Tentu dia tidak apa-apa.. aku akan mengurusnya..” kata maya.

Aku dapat merasa ada luka lecet di keningku, maya menarikku dan langsung berubah sikap ketika semua pemain basket itu tak melihat kami. Ia hanya bilang tugasku sudah selesai, jadi aku bisa merasa kalau aku tumbal untuk dia menarik perhatian orang itu. Aku tau aku tidak bisa berbuat apa-apa selain merawat lukaku sendiri. Hendra sudah ada di kelas dan dia melihat bagian keningku, aku bilang padanya tidak perlu melapor ke kepala sekolah karena ini hanya masalah kecil.

Aku pulang dengan sedikit luka yang kubersihkan dengan air tapi bekas goresan merah masih terlihat saat aku berkaca di cermin. Hari ini aku ingin mengembalikan uang pinjaman pembelian buku pada Ferly. Saat aku tiba di tempat yang ia bilang, aku melihatnya sedang berkerja sebagai pelayan. Aku tidak bisa memanggilnya sehingga aku hanya terdiam hingga salah seorang pelayan mendekatiku dan menawarkan aku tempat bila ingin menikmati hidangan di café itu.

Aku hanya terdiam, lalu sepertinya Ferly melihatku. Ia mendekatiku. Dengan cepat pelayan itu pergi dan membiarkan Ferly melayaniku. Ia melihatku dengan aneh, menanyakan luka di keningku, aku tersenyum dan menuliskan di kertas kalau aku hanya terjeduk pintu. Ia tertawa dan menawarkan sebuah kopi hangat. Aku pun menerimanya dan satu tempat telah ia sediakan untukku. Saat aku terduduk, aku baru menyadari kalau café ini memiliki piano yang indah di depannya. Aku rasanya ingin sekali menyentuh piano itu dan mendekatinya.

Saat aku menyentuh tooth piano itu, terasa lembut dan sepertinya dibersihkan setiap saat, tiba-tiba pundakku tersentuh oleh tangan dan aku melihat itu adalah Ferly.

“ Kamu sepertinya tertarik dengan piano ini?” tanyanya dan aku menganggukan kepala, lalu ia bertanya lagi “ kamu bisa main piano?” dan aku melakukan anggukan kepala yang sama. Dan pertanyaan terakhirnya “ Ayo coba main, aku jadi pengen denger”. Aku langsung mengambil posisi terduduk untuk merasakan piano indah itu tanpa basa basi.

Ketika aku selesai bermain, Ferly bertepuk tangan.ia memujiku dan berkata aku sangat berbakat. Mendengar semua itu, aku sangat senang. Saat aku sadar kalau tidak bisa bicara banyak padanya karena ia harus berkerja, aku menitipkan selembar kertas padanya dan menaruh uang yang ia pinjamkan padaku diatasnya. Lalu aku pergi. Saat aku berjalan pulang, ia mengejarku.

“ Kenapa pulang begitu saja.”

“ Karena aku tidak ingin menganggumu bekerja.”

“ Bosku ingin bicara padamu, sepertinya ia ingin memberikan kamu pekerjaan santai.”

Aku tidak pernah menduga kalau ternyata arunan musik yang aku mainkan membuat bos pemilik café memberikan aku kesempatan bekerja partime disana, aku bisa bekerja setiap pulang sekolah hingga pukul 4 sore, aku rasa ayah tidak akan melarangku untuk bekerja, karena tentunya ini aku lakukan dengan kesenangan tersendiri. Aku sudah bisa masuk bekerja besok, dengan gaji yang lumayan untuk ukuran seorang pelajar sepertiku. Yang perlu aku lakukan hanya cukup memberikan suasana indah di café itu.

Setelah hari itu, aku bekerja sambil menikmati suasana baru dalam hidupku, disini aku merasa di hargai sebagai manusia kebanding di sekolahku. Bila di sekolah, aku hanya seperti badut sirkiut yang hanya boleh terdiam tanpa bebas melakukan apapun, disini aku bebas melakukan apapun dengan jariku. Semua mendengar dan merasakan apa yang aku lakukan, setidaknya aku merasa bahagia. Tapi ada yang lain yang membuatku merasa aneh, semakin hari, aku merasa ada yang indah di perasaan hatiku, terutama saat menatap Ferly.

Ia pria yang baik dan banyak bicara padaku dengan dua lesung pipi yang manis. Aku memang tidak pernah tau latar belakang keluarganya, ia hanya bicara tentang hal yang bisa kami lakukan bersama-sama. Ia kadang membuatkan aku segelas susu coklat yang manis, sambil tersenyum. Itu membuatku bertanya-tanya.

“ Apakah ini yang dinamakan cinta?” Tanyaku dalam hati.

Kedekatan kami dalam satu pekerjaan, membuat aku rasanya tidak ingin jauh dari tempat ini. Aku selalu menunggu jam bunyi sekolah selesai, lalu pergi bersalin pakaian.Dan datang hanya untuk melihatnya. Keadaan itu berjalan baik hingga suatu ketika. Maya dan beberapa temannya datang ke Café dan melihatku ada disana. Tanpa aku sadari, kalau mereka ternyata mengenal Ferly.Hal pertama yang ia tanyakan padaku

“ Gadis cacat sedang apa kamu disini?” Tanya maya

Belum aku menjawab, Ferly datang, dan maya langsung memeluknya.

“ Ferly, maaf ya!! Aku sudah lama tidak sempat kesini, sebab aku sibuk.. “

“ Gapapa. Tumben kesini..”

“ Lagi jalan-jalan ke mal sama teman-teman, eh tau-taunya ketemu sama adik kelasku ini? Sedang apa dia disini?”

“ Loh kalian sudah saling kenal ya..”

“ Yaiyalah, mana ada di sekolah kami yang tidak kenal gadis cacat ini..” celetuk teman Maya.

Maya menyipitkan matanya ke temannya yang bicara dan langsung mengatakan hal yang baik tentangku.

“ Tentu saja, aku selalu bersikap baik kepada adik-adik kelas, bukan begitu Angel?”

Aku melempar senyum dan aku tau sebaiknya aku pergi membiarkan Ferly bersama mereka. Saat itu aku merasa bingung, melihat Maya begitu mesra pada Ferly. Bahkan mereka berpegangan tangan. Aku bermain musik sambil menatap mereka secara sembunyi-sembunyi dan perasaanku sungguh tidak tenang hingga Maya pergi dari café itu. Ferly mendekatiku dan bicara padaku.

“ Maya bilang padaku, kalau kamu perlu bantuan di sekolah, kamu bisa minta tolong padanya, karena ia kan menolong kamu..” kat Ferly dan aku tersenyum.

“ Kalau boleh tau, kalian ada hubungan apa?” tanyaku dalam sebuah kertas dan Ferly seperti bingung.

“ Aku dan dia hanya teman baik. kami sudah kenal cukup lama. Ceritanya panjang.. nanti kapan-kapan aku ceritakan padamu. Aku sudah cukup lama bicara padanya hari ini dan harus bekerja. Ok?”

Ferly dan aku berjanji pulang bersama untuk melihat toko buku. Saat kami disana, ia melihat sebuah gelas dan berisikan piano kecil, ia bilang padaku kalau gelas itu sangat lucu. Lalu aku Tanya padanya, “kenapa kamu tidak beli kalau lucu”. Aku akan beli pada saat nanti kalau sudah gajian, karena aku harus menabung dulu untuk cita-cita dan impianku. “ apa impianmu?” tanyaku dan ia bilang, “ aku ingin menjadi pilot dan aku harus menabung untuk kuliahku kelak..”

Aku tersenyum dan hari itu aku pulang dengan bayangan-bayangan kejadian di benakku tentang impian Ferlu menjadi pilot, tak bisa kubayangkan wajahnya yang tampan dengan seragam pilot. Tapi ada pula yang menganggu pikiranku, tentang kedekatan maya dan Ferly. Aku bingung perasaan ini, apakah ini yang disebut cemburu??. Kami pulang dan berpisah di busway terakhir sebelum akhirnya aku melihat senyumnya padaku untuk terakhir dan ia membuatku terharu karena sudah bisa mengucapkan salam perpisahan dengan bahasa tangan.

***

Pagi itu, saat pulang sekolah. Aku hendak pergi menuju tempat kerjaku. Tanpa aku duga, Maya dan teman-temannya sudah menungguku di depan kelas. Ia menatapku dengan tajam. Ia menarikku ke sudut ruangan. Tak ada yang melihat kami. Ia memintaku untuk berhenti bekerja di café itu karena ia tidak senang melihatku dekat dengan Ferly dan info itu ia dapatkan dari teman-temannya yang melihatku bersama Ferly di mal. Aku terdiam, ancaman pertamanya adalah mendorong tubuhku hingga terjatuh lalu menarik kerah bajuku.

“ Akan ada yang lebih buruk lagi dari ini bila aku masih melihatmu disana..”

Aku terdiam dan menahan tangisku.Aku tau aku tidak berdaya melawan ancamannya. Aku berjalan tanpa arah menuju rumahku. Ayah melihatku pulang lebih awal dan merasa aneh. Ia bertanya padaku mengapa tidak bekerja seperti biasanya. Aku tersenyum dan berkata kalau aku sedang tidak enak badan. Hari itu aku menahan hatiku untuk bertemu Ferly. Dan aku tak tau kapan lagi aku bisa menuju kesana karena bila aku kesana aku akan menjadi lebih buruk dari hari ini.

Seminggu kemudian. Aku tidak lagi pernah menginjakkan kakiku di café. Tiba-tiba saat aku berjalan pulang. Ferly ada didepan sekolahku. Ia menggunakan motornya. Mendekatiku, aku merasa aneh.

“ Kamu kemana aja? Kok tidak pernah muncul di café lagi..”

Aku terdiam lalu, dia memberikan helm satunya kepadaku dan menyuruhku untuk pergi dengannya. aku ragu tapi akhirnya tak kuasa ketika ia menarik tanganku. Tanpa aku sadari saat kami pergi, salah satu teman maya melihatku. Kami pergi ke sebuah taman tak jauh dari sekolahku, berhenti dan terduduk. Ferlu menatapku. Ia bertanya banyak hal, apakah aku sedang sakit? Ataukah aku sedang bermasalah. Aku tersenyum dan berkata kalau aku tidak apa-apa, aku hanya bilang kalau banyak tugas sekolah yang harus keselesaikan sehingga tidak mungkin bisa membagi waktu.

Ia memberikan aku sebuah amplop yang dititipkan oleh bos, itu adalah gaji pertamaku. Aku tersenyum dan merasa bahagia karena inilah uang pertama yang kuhasilkan dengan keringatku. Lalu ia berkata.

“ Besok datang ya, aku ulang tahun. Dan aku ingin kamu ada di café.. bos ingin merayakan bersama anak-anak yang lain.. seperti biasa saat kamu selesai pulang sekolah.. berjanjilah padaku..”

Aku tersenyum dan berjanji pada Ferly untuk datang. Setelah itu ia mengantarkan aku pulang, untuk pertama kalinya seorang pria turun bersamaku di depan rumahku. Dan aku merasa bahagia. Pesan terakhirnya padaku “ Ceritakanlah apapun yang menjadi masalah di hatimu, karena aku siap mendengarnya.”. aku tersenyum dan berjanji untuk bercerita bila memang sudah saatnya. Ferly pulang dengan salam tangannya yang ia pelajari sendiri kepadaku dan aku membalasnya, sepertinya kami sudah menjadi tulis saja. Menjelang malam aku bergegas untuk mencari kado terbaik untuknya. Tak kusangka gaji pertamaku kubelikan untuk orang yang kusukai.

Aku pergi ke mal dimana saat itu aku dan Ferly pernah pergi ke toko buku dan melihat sebuah benda unik, sebuah sebuah gelas cantik yang berisi piano kecil di tengahnya, jadi bila kita menatap dari luar terasa seperti sebuah piano dalam kotak kaca. Aku akan membelikan ini untuk Ferly sebagai kado ulangtahunnya. Sepulang dari mal, aku membungkusnya dengan rapi dan menuliskan kalimat-kalimat ulang tahun sewajarnya, aku akan membawa kado itu esok dan sepulang dari sekolah.



Senyum dan tangisan (Selamat tinggal kekasih)

Keesokan harinya saat aku hendak berangkat menuju café, Maya dan teman-temanya menyeretku ke ruangan volley indoor sekolahku. Mereka mengajakku ke dalam ruangan penyimpanan bola, dan menatapku dengan tajam. Menghinaku sebagai gadis tidak tau malu.

“ Kamu itu sudah cacat, kenapa sih ga jadi orang cacat aja hidupnya, kenapa sih mesti gatel gangguin Ferly, dia itu punya aku tau? Teriak Maya.

“ Kalau diajak dengan mulut saja kamu tidak mau dengar, lebih baik mulut kamu ini aku buat cacat sekalian seperti telinga kamu ya..” kata maya sambil mengambil bola basket dan melemparkan nya ke wajahku. Hidungku berdarah dan tak bisa berbuat apa-apa karena semua teman-temannya memegang kedua tangan dan badanku. Aku berteriak kesakitan dan tak kuasa menahan sakit,darah di hidungku yang menetes tak membuat mereka kasihan.

“ Kamu tau, aku tidak suka dengan wajahmu sejak kamu pertama kali di sekolah ini, aku tidak ingin kamu ada disekolah ini lagi, sudah masih mending diterima di sini, sekarang mau merebut orang yang aku suka, kamu benar-benar gadis cacat tidak punya malu.”

Seseorang dari mereka mengambil tasku dan memeriksa kalau aku memiliki sebuah kado. Maya membukanya, aku tidak bisa berbuat apa-apa. “ Kado apa ini?” tanyanya. Aku terdiam.

“ Percuma gadis cacat tidak akan bisa bicara.. buka saja.” Sebut temannya.

Ia melihat tulisan tanganku dan surat kado itu kutulisan nama Ferly. Maya langsung teringat kalau hari ini adalah ulang tahun Ferly.Ia mengatur rencana saat itu juga. Mereka mengurungku di ruangan sempit itu tanpa cahaya dan pergi membawa kadoku. Aku berteriak-teriak tak ada yang mendengar. Dan maya pun pergi ke pesta ulang tahun Ferly.Aku menangis tak ada yang bisa kulakukan, aku sudah berjanji untuk datang, kini semuanya jadi berantakan, hidungku kesakitan dan darah terus mengalir.

Maya tiba di ulang tahun Ferly, ia membawakan kado milikku padanya. Ferly bingung, karena ia yakin pesta ini hanya untuk karyawan kafe tanpa undangan dari luar termasuk Maya. Ia meminta Ferly membuka kado itu dan betapa bahagianya Ferly karena kado itu adalah barang yang ia sukai. Maya memberikan ciuman padanya. Sedangkan aku, aku merasa kehabisan nafas dalam ruangan tanpa oksigen. Saat aku merasa akan mati, seseorang muncul, seorang pria yang tak pernah aku duga, ia adalah pria berpakaian 22 yang dulu sempat diminta Maya untuk berkenalan.

Ia banyak bertanya padaku dan melihat lukaku, ia membawaku ke ruangan pengobatan. Namanya Martin, ia bertanya padaku tentang keadaanku, tapi aku tidak pernah bercerita padanya dan tidak ingin ia tau keadaanku dilakukan oleh Maya. Aku langsung meminta izin pulang, aku merasa sudah membaik. Ia menatapku.

“ Kalau kamu ingin cerita, kamu tidak usah ragu, ceritakan masalahmu padaku..” kata Martin.

Aku tersenyum dan pergi. Berjalan dengan air mata karena kehilangan banyak hal di hari ini, terutama untuk memberikan hadiah kepada Ferly. Hidungku terasa sakit dan ketika aku berjalan menuju gerbang pintu rumahku, tak jauh dariku sebuah motor berhenti. Ferly muncul didepanku. Ia Tanya padaku, mengapa aku disini. Aku menangis dan memeluknya, ia sadar sejak awal ada yang tidak beres dengan semua ini, hari sudah sore dan aku tidak muncul dalam pestanya dan ia pun mencoba kerumahku dan ayahku bilang aku tidak ada dirumah dan ia sudah menungguku 2 jam disini.

“ Kamu kenapa menangis?” kata dia sambil menghapus air mataku. Aku tidak bercerita sesungguhnya selain melukiskan gambar hati dengan tanganku di dadanya,

“ Apa ini Angel?” Tanya dia. Gambar itu adalah ucapan selamat ulangtahunku padanya. Ia tersenyum dan mengajakku untuk pergi minum eskrim bersama.

Aku pun mengurungkan niatku pulang dan pergi bersamanya, kami mencoba eksrim di sebuah tempat eskrim didepan taman. Bercanda ria, ia menatapku dengan bahagia dan akhirnya aku bertanya padanya tentang impian dan ia bilang, ia ingin menjadi pilot dan terbang di angkasa. Ketika itu ia bertanya balik dan aku menjawab,

“ Aku hanya ingin menjadi orang yang berarti bagi orang lain, dengan keadaanku yang tuli dan bisu, hal terbaik dalam hidupku adalah membuat orang bahagia.”

“ Kamu sudah berhasil..” katanya dan aku terdiam.

“ Kamu sudah membuatku bahagia dengan melihatmu..” kata Ferly dan aku tersipu malu. Dan tiba-tiba ia mengatakan sesuatu padaku

“ Angel, kalau kita harus berpisah, maka simpanlah aku dalam hati. Tapi kalau kita harus bersama, kita harus bersama untuk selamanya.”

Aku terhenyut dengan kalimat-kalimatnya, ntah apa yang ia maksud dengan selamanya yang pasti aku berharap itu kelak terjadi. Malam itu begitu indah, walau aku kehilangan kado yang ingin kuberikan padanya. Kami melewatkan hingga larut sebelum aku pulang dengan tersenyum dan ayah melihatku. Aku tak bicara apa-apa selain memasukin kamarku untuk bercermin. Melihatku wajahku yang memar dan tapi rasa sakit itu hilang karena hari ini.

***

Aku pikir aku akan menjadi gadis yang bahagia tapi setelah hari itu, Ferly tidak pernah lagi muncul. aku bingung, seminggu sudah aku bekerja tanpa ada dia. Bos pun tidak mengatakan apapun padaku selain bilang kalau ferly cuti untuk urusan keluarga. Aku terus menunggu hingga tak sadar waktu telah berjalan sebulan lamanya. Ada rasa kehilangan dan sedih ketika aku bermain musik tanpanya. Hingga akhirnya tak terasa 2 bulan berlalu. Bos memberikan aku sebuah surat yang dikirimkan oleh Ferly untukku.

Aku membacanya. Betapa sedihnya aku, ketika ia bilang ia akan pergi melanjutkan sekolah pilotnya di luar negeri, ia meminta maaf padaku tidak sempat mengucapkan selamat berpisah padaku.Aku membacanya di taman sekolah sambil berlinang air mata. Martin, pemain basket. Mendekatiku. Ia melihat air mataku. Ia mendekat dan aku terkejut, ia bicara dengan bahasa tangan. Ia bertanya padaku kenapa aku menangis. Lalu aku bertanya balik bagaimana ia bisa bicara dengan bahasa tangan. Ia tersenyum kalau neneknya dulu juga sama sepertiku dan ia sempat belajar.

Aku tersenyum, akhirnya di sekolah ini ada yang bisa mengerti apa yang kubicarakan selain Hendra. sayangnya aku tau, aku harus menjaga jarak dengan Martin kalau tidak ingin menjadi sasaran Maya. Banyak mata-matanya yang akan memperhatikan aku bila bersama Martin, sehingga aku pun tidak bisa lagi mendekat pada Martin. Suatu ketika, saat aku bekerja, bos terlihat tegang, ia mengatakan sesuatu ketika mendengar suara telepon dari orang yang tak asing baginya..

“ Itu telepon dari ibu Ferly, untuk kita semua. Berita duka kalau Ferly mengalami kecelakaan motor dan meninggal..”

Tasku terjatuh dari tanganku, air mataku menangis. Aku berlari tanpa arah. Aku terdiam disudut jalan diantara keramaian. Menangis, seperti seorang anak kehilangan ibunya. Martin tiba-tiba muncul padaku, ia mendengarkan semua kesedihanku, ia memintaku kuat dan aku memintanya untuk mengantarkan aku ke tempat melayat Ferly. Ia bersedia menemaniku. Saat aku datang, aku tak mampu lagi melangkahkan kakiku ketika melihat wajah ferly terpampang diatas peti tempatnya beristirahat. Aku tau tidak ada yang bisa aku lakukan selain, melakukan sesuatu untuk terakhir baginya.

Aku mendekati sebuah meja piano yang digunakan untuk mengiringi lagu-lagu doa untuk mengenang Ferly. Aku meminta izin untuk melakukan hal terakhirku kepada Ferly. Seseorang yang pergi tanpa sempat aku ucapkan perpisahan bahkan kejujuran di hatiku kalau aku memang mencintainya. Walau aku terbatas oleh keadaan.

Sahabatku, Ferly ataukah orang yang kucintai, dengarkan lagu ini. Kenangan untukmu yang terakhir..

Selamat jalan…


BERSAMBUNG

sumber : www.agnesdavonar.net/


Ayah, Mengapa Aku Berbeda ? ( PART II )

2 komentar
TwitThis
LAGU DIPUTAR OTOMATIS DENGAN MENYALAKAN SPEAKER/HEADSET

Suasana Baru

Tiba saatnya aku harus bersekolah di sekolah umum ya sekolah anak normal. Aku adalah murid baru di sekolah ini.. ya sekolah musik. Ketika pelajaran musik, bila semua teman-temanku bernyanyi, aku hanya bisa terdiam. Aku tidak pernah tau harus bagaimana mengatakan pada dunia bertapa aku sangat ingin seperti mereka, bisa mendengar dan bernyanyi layaknya kehidupan normal.

Sayangnya aku terlahir dengan keadaan tuli, lebih sadisnya terkadang mereka orang-orang yang tidak pernah mengerti perasaanku berkata kalau aku “ BUDEK” dan itu dituliskan di kertas untukkku tepat di meja belajarku di kelas.

Tapi aku tidak pernah merasa ingin membalas semuanya, karena aku sadar inilah hidupku dan inilah takdirku.

Dulu semasa kecil mungkin aku tidak pernah merasa beban ini begitu besar dalam hidupku, ketika menyadari aku beranjak remaja dan melihat aku berbeda diantara sahabat-sahabatku. Di depan mading sekolahku tertulis sebuah pengumuman pembentukan tim musik sekolah, aku ingin ikut dalam tim itu tapi sayangnya aku hanya bisa meratapi nasibku. Aku pun pulang untuk bertemu dengan ayah, aku terduduk dengan wajah penuh kesedihan.

Dalam duniaku, hanya ayah yang bisa mengerti apa yang aku katakan. Walaupun itu harus dengan bahasa tangan yang ia pelajari dengan susah payah.

Aku mengetuk pintu untuk memberi tanda aku ada di kamar untuk bicara dengan ayah, ia melihatku dan melempar senyum.


“ Angel, ayo masuk. Silakan duduk disini nak, ada apa? Bagaimana pelajaran kelas kamu hari ini?”

Aku tertunduk, lalu ayah mulai bisa membaca wajahku.

“ Apa yang terjadi nak, ceritakan pada ayah?”

“ Ayah mengapa aku berbeda dari teman-temanku?”

“ Dalam hal?” tanya ayah padaku,


Aku menangis dan usiaku saat itu hanya 12 tahun dan duduk di sekolah menengah pertama.

“ Aku tidak bisa bernyanyi, tidak bisa mendengar.. Mengapa ayah?”


Ayah melihatku sambil tersenyum,

“ Apakah kamu merasa bersedih karena itu?”

“ Ya, aku sangat bersedih.. Aku ingin seperti mereka.. Bisa bernyanyi dan mendengarkan indahnya musik..”

“ Mengapa kamu ingin menjadi seperti mereka?”

“ Karena aku ingin menjadi tim musik sekolah, aku ingin ayah..”

“ Kalau begitu lakukan..”

Aku terdiam tidak bisa membalas pertanyaan ayah kemudian ia bangkit dan mengajakku ke ruangan gudang di belakang rumahku, ia mulai membersihkan debu-debu di sebuah meja panjang yang tadinya kupikir adalah meja makan. Ternyata itu adalah piano klasik. Aku memperhatikanya dengan heran,


“ Ini adalah peninggalan ibumu sebelum ia meninggal setelah melahirkan kamu, ayah sudah tidak pernah mendengarkannya sejak kamu terlahir..”

“ Lalu..?” tanyaku.

“ kamu mungkin terlahir tanpa bisa mendengar dan bernyanyi. Tapi kamu terlahir dari rahim seorang ibu yang berjuang agar kamu ada di dunia ini dan ayah percaya, Tuhan memberikan kamu dalam kehidupan karena kamu memang layak untuk itu.”

“ Tapi aku cacat, tidak normal dan tidak akan pernah bisa mendengar musik? Bagaimana caranya aku bisa seperti teman-temanku.”

“ Sayang kamu memang tidak bisa mendengarkan musik, tapi kamu bisa memainkan musik?”

“ Bagaimana caranya?”

“ Ayah ada disini untuk kamu dan percayalah, musik itu akan terasa indah bila kamu merasakannya dari hati kamu. “

“ Walaupun aku tidak bisa mendengar..”

Ayah duduk dikursi dan menyuruhku memperhatikannya bermain piano, Ia menutup matanya lalu memainkan arunan toth piano itu.

“ Anakku, rasakanlah musik itu dalam hati dan kamu akan tau bertapa Tuhan sangat mencintai siapapun makluk yang ia ciptakan. Walaupun kamu terlahir dengan keadaan cacat dan tidak bisa mendengarkan suara musik itu dari telinga kamu.. Kamu bisa dengarkan lewatkan hati kamu..”
Ayah mengajakku untuk menyentuh setiap toth piano dan kami bermain bersama, aku memang tidak bisa merasakan apa suara music itu tapi aku bisa merasakan nada dari jari yang ketekan dan itu membuatku bersemangat untuk berlatih piano klasik, aku tau ibuku adalah seorang pemain piano sebelum ia meninggal saat melahirkanku. Aku pun berjuang untuk bermain musik dan perlahan aku mampu membuat sedikit alunan music yang indah. Semua itu kurasakan dalam hatiku, semua itu kurasakan dalam jiwaku.

Beberapa minggu kemudian, aku mulai berani mendaftar dalam tim musik sekolahku dan guruku menerimaku walaupun ia tau aku cacat tapi setelah aku mainkan piano dan ia terkesan. Aku tau semua orang melihatku dengan aneh, seorang teman bernama Agnes datang padaku.

“ Hai orang cacat, apa yang bisa kamu lakukan dengan telingamu yang tertutup kotoran?”

Yang lain tertawa dan menambah kalimat yang melukai hatiku,

“ Dia mungkin mau jadi badut diantara tim kita, biarkan saja..”

Ejekan itu berakhir saat guruku datang, mereka semua kembali ke posisi mereka masing dalam alat music yang mereka kuasai. Ibu guru pembimbing kelas musik bersikap hangat padaku, ia memperkenalkanku pada semuanya.

“ Anak-anak mulai hari ini Angel akan bergabung dalam tim kita, semoga kalian bisa berkerja sama dengan Angel ya..”

“ Ibu apa yang bisa lakukan untuk tim kita, dia kan budek?” ejek Agnes.

“ Agnes!! ibu tidak pernah mengajarkan kamu untuk menghina orang lain, jaga sikap kamu. Walaupun Angel cacat secara fisik ia juga memiliki perasaan, tolong kendalikan kata-kata kamu.”

Aku senang ibu membelaku tapi itu malah membuat semua membenciku, ibu mempersilakan aku memainkan piano, dengan gugup aku bisa bermain dengan baik. Tidak ada satupun tepuk tangan dari teman-temanku, hanya ibu guru seorang. Ketika kelas bubar aku mendekat pada ibu guru, aku menuliskan apa yang ingin aku katakan kepadanya, Ia membacanya.

“ Ibu , aku mundur saja dari tim, aku tidak mungkin bisa menjadi bagian dari mereka. Karena aku ini cacat. Mereka tidak akan menerimaku?”

“ Tidak sayang, jangan berkata demikian, kamu special, kamu berbakat, mereka hanya belum terbiasa, percayalah kalau kamu sudah sering bermain dengan mereka. Kamu akan diterima dengan suka cita. Jadi ibu tidak mau mendengarkan kalimat kamu ingin mundur..”

“ Tapi bu, aku takut bila membuat semua jadi kacau.”

“ Anakku, beberapa minggu lagi, sekolah ini akan merayakan hari ulang tahunnya, ibu percaya kamulah satu-satunya orang yang layak mengisi tempat di bagian piano, karena teman kamu Rika ( pianis sebelumnya) telah mundur karena sakit cacar”

Aku pulang ke rumah dan memberi kabar kalau aku diterima dalam tim musik sekolah, ayah begitu gembira menunggu saat-saat aku akan berada dipanggung, ia terus melatih permainan pianoku. Aku tidak pernah cerita bertapa aku sangat diremehkan oleh teman-teman se-timku yang hanya menganggap aku sampah yang tidak layak disamping mereka. Mereka sering memarahi aku dengan kata-kata kasar lalu mereka menghinaku sebagai gadis caca, hal itu terus terjadi disaat kami berlatih persiapan untuk panggung sekolah . Mereka tidak pernah peduli apa yang kumainkan bila benar, mereka selalu bilang salah. Padahal aku yakin aku benar-benar memainkan musik piano ini, sedihnya saat aku bertanya dimana letak kesalahanku yang mereka jawab lebih menyakitkan.

“ Kamu ini tuli dan budek, bagaimana bisa kamu tau alunan musik yang kamu mainkan itu benar atau salah? Kamu membuat aku muak dengan sikap kamu yang sok pintar dan mencari muka di depan bu guru.” Kata Agnes padaku.

Aku menangis mendengarkan kalimat itu, aku berlari pulang ke rumah dan satu-satunya kalimat yang kudengar hanya satu. “ Pergi kamu gadis cacat, jangan pernah kembali ke tim kami, kami tidak sudi menerima kamu dalam kelompok ini.”

Aku menangis hingga di depan rumahku dan ketika aku tiba di gerbang rumahku, sebuah mobil ambulan ada didepan rumahku dan membawa ayah. Aku mengejar perawat yang membawa ayah, ayahku tampak tertidur tanpa bicara, seorang tetanggaku berkata padaku.

“ Ayahmu terkena serangan jantung, kamu ikut tante saja. Kita pergi bersama-sama ke rumah sakit.”

Aku shock dan menangis! Bagaimana hidupku tanpa ayah? Sepanjang perjalanan aku terus menitihkan air mata. Ayah tidak sadarkan diri sejak sakit jantungnya kambuh, ia memang memiliki sakit jantung sejak menikah padahal usianya masih sangat muda. tiga hari lamanya aku menemani ayah yang tidak pernah sadarkan diri. Tiga hari pula aku tidak pernah ke sekolah, bu guru bertanya pada Agnes mengapa aku tidak masuk hari ini?”

“ Mungkin Angel merasa tidak sanggup lagi bergabung dengan tim kita, dia itu bodoh bu! Selalu melakukan kesalahan dan dia pergi begitu saja saat latihan dan tidak pernah kembali hingga saat ini.”

Ibu guru mencoba pergi ke rumahku, tapi tidak ada seorang pun orang dirumahku. Aku tau beberapa hari lagi perayaaan musik di sekolahku akan dimulai. Mungkin memang sudah menjadi garis tangan hidupku, aku tidak boleh menjadi tim sekolah. Padahal aku sudah berjuang maksimal berlatih piano di rumah. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menjaga ayahku karena ia lebih penting dalam hidupku, ia satu-satunya sahabatku yang bisa mengerti keadaan ku setelah ibu meninggal dunia.

Ya Tuhan jangan ambil ayahku, doaku setiap saat kepadanya

Seminggu kemudian,

Ayah tersadar dan melihat aku disampingnya. Ia tidak bisa bicara banyak, selain bertanya mengapa aku disini, mengapa aku tidak berlatih bersama tim musik disekolahku, aku berpura-pura berkata padanya kalau mereka memberikan aku izin menjaga ayah. Ayah marah padaku, ia bilang aku harus segera latihan dan ia ingin aku tampil disana.

“ Jangan pedulikan ayah saat ini, yang penting kamu harus bisa buktikan kepada semua orang kalau kamu bisa bermain musik dan tunjukkan kepada mereka kamu gadis yang sempurna ”

Aku tau itu berat, tapi aku tidak ingin ayah bersedih mendengar penolakkan sahabatku di sekolah, ia berjanji padaku akan lekas sembuh asal aku terus bersemangat latihan musik. Akhirnya aku pun pergi ke sekolah kembali dan masuk ke kelas musik. Ibu guru menyambutku dengan baik, dan langsung memintaku berlatih. Setelah ia pergi, Agnes dan kawan-kawan mendekatiku, mereka mendorongku hingga terjatuh.

“ Kamu itu makluk Tuhan paling menjijikan, jangan membuat tim kami malu dengan kehadiran kamu di tim music kami. tidak punya malu, padahal kami sudah mengusirmu..”

Aku terdiam, seorang teman mengatakan pada Agnes,

“ Percuma dia tuli, dia ga akan mendengarkan apa yang kita bicarakan.”

Agnes marah merasa aku tidak mendengarkan semua kemarahannya, Ia bersama teman-teman mendorongku hingga keluar ruangan, aku mengetuk pintu dan ketika tanganku berusaha membuka pintu, mereka menjepit tanganku tanpa ampun, aku berteriak kesakitan dan mereka tidak peduli

“ Astaga dia bisa menjerit juga ya.. kirain dia itu bisu, bisa teriak juga hahaha “ ledek mereka.

Mereka menyiksaku dan aku tidak berdaya. Tanganku terasa mati rasa, mungkin jariku patah. Aku meminta tetanggaku untuk membalut luka ini dan ia sangat terkejut dengan keadaanku. Aku berkata padanya aku terjatuh di jalan. Tapi aku tidak akan pernah menyerah untuk menjadi tim musik kelasku. Hingga hari itu tiba, dengan luka balut tanganku aku muncul di sekolah. Sebelumnya aku mengatakan pada ayah .

“ Ayah hari ini aku akan bermain musik dihadapan semua orang, ayah harus mendengarkan ya. “

“ Anakku, ayah pasti mendengarkan. Maaf saat ini ayah sedang sakit, ini adalah hari istemewamu. Tapi ayah sudah pikirkan bagaimana caranya. Ambil telepon genggam ayah dan biarkan itu menyala saat kamu mainkan.”

“ Baik ayah.” Aku menuruti ide cermerlang ayah.

Saat aku keluar ruangan, dokter mengatakan hal kecil disamping ayah “ Jantung anda melemah, anda harus terus berpikir positif sehingga cepat sembuh”

“ Anak saya akan manggung hari ini, itu membuat saya cemas”

“ Percayalah , anak anda adalah gadis luar biasa..”

Aku menangis menuju sekolahku, Saat aku tiba di sekolah, Agnes dan kawan-kawan melihatku dengan jijik. Sepertinya mereka tidak mau aku di panggung, mereka manarik bajuku dan menamparku di belakang panggung.


“ Pergi cepat, jangan pernah ada disini, kami akan tampil tanpa kamu. Cepat pergi? Sebelum ibu guru datang”

Tidak, aku tidak akan menyerah walaupun mereka menyiksaku. Aku sudah berjanji pada ayah untuk bermain musik di acara sekolah. Karena mereka mendapatkan aku tidak menyerah, akhirnya mereka mengancam tidak akan tampil dan memaksa aku tampil seorang diri, mereka ingin membuatku malu.

“ Baiklah, kami tidak akan tampil. Dan silakan kamu tampil sendirian, jadilah badut diatas panggung..”

Aku tidak mampu berbuat apa-apa ketika mereka mengikat rambutku layaknya orang bodoh, memoles mukaku dengan cat warna merah menyerupai badut sirkus. Aku tidak peduli, aku hanya ingin ayah bahagia dan menepati janji kepada ayah untuk tampil dalam panggung itu. Setelah puas mendandaniku seperti badut mereka pergi mendorong aku diatas panggung saat ibu guru yang bertugas menjadi pembaca acara memanggil tim kami dan aku muncul sendirian, mereka semua berlarian mengumpat.

“ Dimana yang lain?” tanya ibu guru,

Aku terdiam, semua orang yang ada di bangku penonton menertawakan aku, mereka melihat badut yang sedang berada diatas panggung, aku sungguh tidak bisa berbuat-apa ap.

“ Astaga apa yang terjadi padamu dan yang lain pergi kemana? Kita tidak akan bisa menjalankan acara music ini.”


Aku mengambil kertas dan menuliskannya

“ Bu, izinkanlah aku bermain piano ini, aku sudah berjanji pada ayah untuk bermain piano , ia sedang terbaring lemas di rumah sakit, jantungnya melemah hari ini, aku takut ia akan semakin buruk bila tau aku gagal bermain bersama tim musik di sekolah”

Ibu menatapku, ia sadar bertapa aku sangat sulit.

“ Baiklah mainkanlah piano ini, tunjukkan pada dunia kalau kamu adalah orang special dengan musikmu”

“ Terima kasih bu.”

Ibu guru memberikan kata-kata sambutan kepada penonton yang terus tertawa karena melihat badut sepertiku, tapi aku tidak peduli. Dengan keunggulan 3g, aku mengadakan video call dan ayah tersenyum padaku memberikan semangat, keletakkan telepon itu diatas meja piano.

“Tuhan bimbing aku agar semua berjalan dengan baik. Dan dengarkanlah musik ini..”

Setiap denting musik mulai memecahkan semua tawa yang awalnya menghujatku, menghinaku, arunan musik ini membawa perjalanan kisahku untuk berjuang menunjukkan pada dunia, aku memang terlahir cacat, aku tidak pernah tau apa artinya musik, tidak tau bagaimana suara burung, suara ayah bahkan tragisnya aku tidak pernah tau suara yang keluar dari mulutku sendiri.

Tapi aku percaya, aku tercipta bukan tanpa tujuan dalam dunia ini. ketika lagu itu usai kumainkan, semua berdiri dan memberikan tepuk tangan, aku menangis. ibu guru memelukku, aku ingin ibu menyampaikan pesanku kepada penonton.


“ Terima kasih, memberikan aku kesempatan untuk berada ditempat ini. Kini aku tau mengapa aku berbeda, karena Tuhan mencintaiku. Aku tidak akan marah pada Agnes dan teman-teman, aku bersyukur karena mereka mengajarkan aku tentang ketekunan dan ikhlas. Termasuk ayah, yang selalu bilang padaku “ kita tidak perlu merasa sedih dengan keadaan kita, bagaimanapun bentuknya. Karena Tuhan memberikan kita nafas kehidupan dengan tujuan hidup masing-masing”

Ya aku percaya itu.


KLIK NEXT untuk membaca PART III

Ayah, Mengapa Aku Berbeda ? ( PART I )

4 komentar
TwitThis
LAGU DIPUTAR OTOMATIS DENGAN MENYALAKAN SPEAKER/HEADSET
Kisah ini terdapat dalam novel ” Ayah, Mengapa aku Berbeda?” telah terbit dan bisa kamu dapatkan di toko buku kesayangan kamu. novel ini akan diangkat ke layar lebar pada awal desember 2011.

buku ini seharga 35.000 dan bisa kamu beli online juga.

silakan membaca

Kelahiranku
Saat aku terlahir di dunia ini, ayahku pernah bercerita bahwa ia mendengar suara tangisku yang menjerit begitu keras. Dokter dan suster yang ikut membantu proses kelahiranku pun begitu bingung karena aku tidak berhenti menangis meski mereka sudah menimang dan menghiburku dengan berbagai cara. Awalnya, aku tidak mengerti mengapa aku terus menangis dan tidak bisa dihentikan oleh siapapun. Suster yang bingung kemudian menyarankan dokter untuk meminta Ayah yang sedang berada di ruang tunggu untuk melihatku.

Dengan terburu-buru, Ayah memasuki ruangan inkubator dan ia menyentuh jari pertamanya pada wajahku yang lahir prematur. Ia menitikkan air mata melihatku dan aku pun secara ajaib berhenti menangis. Ayah mengangkat tubuh mungilku yang hanya seberat beberapa gram saja. Ia melihatku berhenti menangis. Suster-suster heran ketika suara tangisku akhirnya berubah bersuka cita. Ayah menimang tubuhku dengan lembut sambil berkata,

“Mulai saat ini hanya kamulah yang paling berharga dalam hidup Ayah…” begitu kalimat pertamanya padaku.

Ya. Aku adalah anak yang paling berharga baginya. Kelahiranku adalah dua sisi yang cukup membuat Ayah begitu tertekan antara bahagia dan duka.

Duka itu dimulai saat Ibu mengalami pendarahan hebat dan Ayah berada dalam kondisi yang sulit ketika Dokter memberikannya dua pilihan: Pertama, aku yang pergi dari dunia ini atau Ibu yang harus merelakan nyawanya.

Tanpa mempedulikan saran Ayah, Ibu memilih untuk melahirkanku daripada harus mengaborsi bayi prematur yang telah ia rawat dengan penuh kasih sayang. Ia melupakan semua saran dokter demi aku: Sang janin kecil yang terus membuat nyawanya terancam.

Ayah menginginkanku di dunia ini seperti halnya Ibu. Tapi Ayah tidak ingin membuat Ibu bersedih dan bimbang melawan keputusan Ibu. Ayah terpaksa menerima keputusan Ibu dan berharap keduanya dapat selamat dengan mukjizat Tuhan. Di saat-saat kritis itu, dengan mengenggam erat tangan Ibu, Ayah melihat sendiri Ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Di saat nafasnya akan berakhir, terdengar suara tangis pertamaku di dunia ini dengan senyuman terakhir Ibu yang bahagia melihat kelahiranku. Saat itulah ia pergi dariku dan Ayah.

Tuhan, aku tidak pernah mengerti mengapa aku harus menjadi beban bagi hidup ibuku. Andai saja aku tahu bahwa hidupku hanya untuk membuat ibuku menderita, mungkin aku tidak akan memilih untuk terus hidup di dunia ini.

Tapi semua rencanaNya telah digariskan lewat takdir yang mempertemukan Ibu dan ayahku. Dan oleh karena cinta merekalah aku terlahir ke dunia ini. Ayah selalu berkata bahwa pernikahan mereka adalah hal terindah di dunia ini. Sebagai keluarga kecil yang bahagia, tentu saja mereka berharap ingin hidup bersama hingga waktu memisahkan mereka. Tapi nyatanya perpisahan terjadi begitu singkat hanya setelah pernikahan dua tahun itu dan kelahiranku adalah awal yang membuat dunia Ayah berubah. Kini ia menjadi orang tua tunggal bagiku.

Di saat Ayah menimangku dengan penuh kasih, seorang suster mendekat padanya lalu bertanya dengan perlahan agar tidak membuatku kembali menangis.

“Maaf Pak menganggu, bayi cantik ini akan diberikan nama siapa?” tanya suster itu pada Ayah.

“Angel! Berikan nama dia Angel,” kata Ayah.

Angel. Itulah namaku.

Nama yang Ayah berikan untuk mengenang Ibu yang juga bernama Angel. Mereka memiliki rahasia mengapa aku diberikan nama itu dan aku hanya akan tahu pada saat usiaku nanti sudah cukup dewasa untuk mengerti arti kehidupan.

Karena merasa nyaman, saat itu aku malah tertidur dalam timangan Ayah. Sambil menciumku, Ayah kembali memberikan aku kepada suster agar dikembalikan ke dalam ruangan inkubator supaya tubuhku merasa hangat.

***

Karena aku lahir prematur, aku harus dirawat untuk waktu yang cukup lama hingga aku bisa keluar dari Rumah Sakit. Ayah yang bingung, kemudian meminta ibunya (nenekku) untuk merawatku. Selain harus menyiapkan upacara pemakaman almarhumah Ibu, Nenek diharapkan dapat membantu Ayah yang harus menjalani hidup-hidup beratnya saat ini. Nenek yang tinggal di Jakarta, langsung terbang naik pesawat menuju Semarang. Ia memberikan kekuatan besar dalam hidup Ayah saat itu. Dan darinya juga, Ayah belajar banyak akan arti keikhlasan dan harus kuat untuk melihat masa depan.

Ibu, sebelum meninggal pernah meminta Ayah untuk tidak menguburkannya tapi lebih memilih untuk dikremasi, kemudian meminta abunya dibuang di lautan Jawa. Ayah menuruti permintaan terakhir Ibu dengan berat hati, ia menyimpan sisa-sisa abu itu dalam sebuah kotak guci kecil yang ia simpan di ruangan kamarnya dengan foto Ibu yang sedang tersenyum. Setiap malam ia selalu menyalakan lilin minyak kecil untuk mengenang Ibu. Ia tidak bisa sedih berlama-lama karena ada aku yang harus ia perjuangan untuk terus hidup.

Setelah dua bulan lamanya hidup dalam inkubator, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang. Bersama dengan Nenek, Ayah belajar banyak bagaimana caranya menjadi seorang ibu. Ia mulai mengerti bagaimana untuk menganti popokku, membuatku berhenti menangis pada malam hari dan juga bagaimana memandikanku dengan benar. Tapi yang paling sulit baginya adalah membuat susu yang baik bagiku, sebab aku sangat sulit untuk minum susu bila tidak hangat atau tidak manis.

Karena tidak ada ASI ( Air Susu Ibu) dari ibu kandung, Ayah harus menambah beberapa vitamin tambahan yang diberikan dokter agar aku dapat tumbuh dengan sehat dan sempurna sesuai asupan gizi seusiaku. Bersama kedua malaikat itu, aku pun tumbuh seiring berjalannya waktu. Ayah dan Nenek bergantian menjagaku. Bila Ayah harus bekerja, Nenek dengan siaga menjagaku dan begitu pula sebaliknya, bila Nenek sedang beristirahat, Ayah akan menjagaku dengan sungguh-sungguh agar tidak menangis dan menganggu istirahat Nenek yang sudah berusia 55 tahun. Saat itu usiaku baru satu tahun.

Aku tidak tahu betapa aku adalah bayi yang merepotkan karena Ayah bilang, saat aku kecil, selalu buang air kecil setiap popok baru terpasang. Aku juga tidak pernah mau mendengarkan semua nyanyian yang Ayah berikan padaku ketika ia mencoba membuatku tidur. Aku juga selalu menangis dan menangis bila merasa Ayah dan Nenek kurang memanjakanku atau apa yang aku inginkan tidak mereka berikan. Semua masih baik-baik saja sampai akhirnya Ayah mulai merasa aku telat bicara, karena seharusnya usiaku saat itu (dua tahun) bahkan tidak pernah mengucapkan sepatah katapun, padahal Ayah sudah mengajarkanku beberapa kata-kata ringan seperti memanggil;

“Ayah…” atau “ Nenek…”

Sampai akhirnya ketika usiaku menginjak tiga tahun, aku masih tidak pernah bicara apapun dan Ayah merasa ada yang aneh dengan sikapku. Terutama ketika aku tidak pernah merespon terhadap panggilannya. Ia malah berpikir aku seorang autis karena pada saat itu ia sempat mendengar perilaku balita sepertiku dapat dikatakan penderita autis. Untuk membuatku tetap ceria, Ayah memberikanku banyak mainan boneka. Aku sangat suka bermain dengan boneka-boneka yang Ayah bawakan setiap ia pulang kerja.

Sampai akhirnya pada saat aku bermain boneka, Ayah memandangku. Sedangkan Nenek saat itu sedang di dapur untuk membuat makan malam kami.

“Angel!” teriak Ayah di hadapanku saat aku sedang asyik bermain boneka sapi kartun lucu.

Ia kemudian mendekatiku, lalu membelakangi tubuhku, ia mengunakan kedua tangannya di kepalaku sambil menepuk kedua tangannya dengan kencang. Terdengar suara tepukan tepat di belakang kepalaku. Ayah melakukannya berulang-ulang hingga ia berhenti dan menarik nafas panjang. Nenek yang mendengar suara tepukan tangan itu keluar dari dapur menuju ruangan dimana aku dan Ayah berada. Ia melihat tingkah Ayah dan bertanya,

“Sedang apa kamu Martin?” panggil Nenekku. Martin adalah nama Ayahku.

“Ibu, aku merasa Angel tidak bisa mendengar apa yang aku lakukan, bahkan ia tidak bisa merespon tepukan tangan tepat di belakangnya. Bila ia bisa mendengar, harusnya ia akan terkejut. Tapi ia diam saja.”

Nenek kemudian mendekatiku yang masih asyik bermain boneka. Ia memandangku dan berbicara pada Ayah sambil memegang kepalaku dengan lembut.

“Ibu juga merasa ada yang tidak beres dengannya. Bagaimana kalau kita coba bawa ke dokter? Mungkin mereka bisa menemukan jawabannya.”

“Baiklah Bu. Aku akan mandi dulu. Setelah makan malam aku akan membawa Angel ke dokter.”

“Ibu juga ingin ikut,” kata Nenekku.

***

Sesungguhnya kecemasan Ayah karena aku tidak bisa merespon dan mendengar apapun yang diperintahkan sudah sejak lama disimpannya, tapi ia mulai menyadari bahwa aku bukanlah anak autis. Pikiran itu akhirnya runtuh sampai hari ini. Ia benar-benar harus mencoba mencari tahu apa yang terjadi padaku. Setelah aku menikmati makam malam buatan Nenek dan merasa kenyang, aku tertidur dan ketika terbangun, aku sudah berada di Rumah Sakit. Seorang dokter tampak sedang memeriksa telingaku dengan senter kecil berwarna putih yang cukup aneh bagiku.

Dokter perempuan itu tersenyum padaku. Lalu usai pemeriksaan itu, Nenek langsung mengajakku untuk jalan-jalan di sekitar ruangan Rumah Sakit, agar tidak mengganggu pembicaraan Ayah dengan Dokter.

Ayah berbicara dengan Dokter Intan yang notabene adalah seorang spesialis telinga.

“Bagaimana Dok, dengan kondisi Angel? Mengapa dia tidak bisa merespon panggilan dan kata-kata saya?”

“Dengan sangat menyesal, saya harus mengatakan kalau anak Bapak adalah seorang tunarungu…”

“Tunarungu? Bagaimana bisa?” (Tunarungu: orang yang terlahir cacat pada pendengarannya)

“Melihat catatan kelahiran dan kesehatannya, pada anak Bapak yang lahir secara prematur, segala kemungkinan bisa terjadi. Tunarungu adalah salah satu hal yang bisa terjadi pada setiap anak-anak yang terlahir secara prematur. Jadi dalam dunia medis, cacat lahir bawaan ini adalah hal yang bisa terjadi di setiap 10 banding 1000 kelahiran bayi.”

Ayah terdiam.

“Bapak tidak perlu bersedih ataupun panik, dewasa ini sudah banyak pendidikan dan orang yang hidup dengan kondisi yang sama dengan anak Bapak. Anak Bapak tetap bisa memiliki masa depan yang baik. Bila sejak dini kita mendidik dan mengajarinya, kelak anak itu akan tumbuh seperti anak-anak normal lainnya dan masyarakat kita sudah bisa menerima keadaan seperti ini.”

“Tapi keadaan ini sangat membuat saya sedih. Kasihan anak itu, ia tidak menyadari keadaannya, apa yang harus saya lakukan untuk memberitahunya? Apa yang harus ajarkan padanya saat ia mulai tumbuh jadi besar? Dan yang paling saya cemaskan, bagaimana caranya ia tau keadaannya sendiri? Apa yang harus saya jelaskan sedangkan dia sendiri tidak bisa mendengar dan bahkan tak mengerti apa yang saya katakan?” kata Ayah dengan wajah sedih dan menahan air mata.

Dokter mencoba membuat Ayah tegar, lalu berpikir sejenak sampai akhirnya ia mengambil kartu nama dan memberikannya pada Ayah. Dokter merekomendasikan seorang kenalan yang ia pikir bisa membantu masalah Ayah.

“Begini saja, saya memiliki seorang kenalan yang sudah berpengalaman untuk mendidik bagaimana caranya menjadi orang tua tunarungu, mungkin ia bisa membantu Bapak dalam masalah ini.”

“Maksudnya ‘dia’ Dokter?”

“Beliau adalah seorang ibu yang juga memiliki anak tunarungu. Beliau berhasil menjadi pendidik bagi orang tua yang melahirkan anak-anak tunarungu. Saya yakin dengan senang hati ia akan membantu Bapak agar bisa menjadi orang tua yang baik. Simpanlah kartu nama ini, katakanlah bahwa saya yang merekomondasikannya pada Bapak.”

“Terima kasih Dokter!”

Ayah keluar dari ruangan Dokter dengan wajah sedih. Ia membaca kartu nama itu dengan teliti dan berharap banyak pada Ibu yang berpengalaman itu dapat menyelamatkan hidupku. Saat itu, Nenek baru saja memberikanku eskrim coklat dan ketika melihat Ayah aku langsung mendekatinya. Nenek bertanya kepada Ayah yang tampak murung.

“Bagaimana hasilnya, Tin?”

“Angel positif tunarungu, Bu…”

Nenek ingin menangis ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulut Ayah, tapi ia tidak ingin membuat Ayah lebih bersedih. Di saat seperti ini, hanya dialah orang yang bisa menghibur dan menguatkan hati Ayah untuk membesarkanku. Ayah memang bukanlah seorang ibu, tapi ia memiliki ibu yang berpengalaman merawatnya hingga dewasa seorang diri tanpa suaminya (Kakekku). Kakek meninggal saat ayah berusia tiga tahun karena kecelakaan kereta api. Apa yang terjadi pada Ayah saat ini, seperti halnya pernah terjadi pada Nenek saat itu.

Tapi Nenek memang luar biasa, ia berhasil hidup menjadi orang tua tunggal bagi Ayah dan kini ia harus membuat Ayah juga sekuat Nenek.


Mengapa Aku Terlahir Cacat?

Mungkin hanya Tuhan Yang Maha Tahu untuk menjawabnya. Bagaimanapun dan apapun keadaanku, inilah jalan yang harus aku lalui. Mungkin dari sejak awal, Ayah sudah menyadari apa yang akan terjadi padaku ketika dulu sebelum aku terlahir, ia mendapat peringatan keras dari dokter untuk melarang kelahiranku. Tapi ia juga paham, Ibu yang berhati mulia seperti istrinya tidak akan pernah tega melakukan apa yang dokter sarankan walau kematian adalah ancaman terbesar baginya.

Ibu dan Ayah, sejak dulu memang sudah harus melalui penderitaan cinta untuk bersatu. Ibuku tiga tahun lebih tua dari Ayah. Ia adalah seorang putri dari orang tua yang sukses dan kaya. Ayahku hanya seorang anak yang terlahir dari ibu tunggal yang bekerja sebagai pembuat kue. Mereka dipertemukan oleh Takdir di saat Ayah yang mendapatkan beasiswa belajar musik di sekolah musik terkenal sedangkan Ibu adalah seorang senior di sekolah musik itu. Ibu melihat bakat Ayah yang cukup tinggi dalam bermain piano.

Ibu terkesan dengan Ayah yang begitu mahir bermain piano. Ia secara tak sengaja mendengar permainan piano Ayah saat hendak masuk ke kelasnya. Bukannya masuk ke kelasnya sendiri, ia malah terduduk di kursi kelas Ayah. Saat Ayah selesai bermain piano, Ibu memberikan tepuk tangan meriah pada Ayah. Ayah yang saat itu berusia empat belas tahun hanya tersipu malu melihat ibu yang cantik memuji permainannya. Sejak saat itu mereka pun berkenalan. Dengan malu-malu, Ayah mengenalkan dirinya pada Ibu yang usianya tiga tahun lebih tua darinya.

“Angel…” kata Ibu sambil pergi meninggalkan Ayah.

Awalnya, Ayah mungkin melihat Ibu sebagai cinta monyet pertamanya. Tapi ketika ia mulai mencoba mencari tahu tentang Ibu, hatinya langsung ciut ketika melihat Ibu setiap hari pulang-pergi ke tempat sekolah musik dengan supir dan mobil mewah. Ia tidak punya nyali untuk mendekati Ibu dengan hanya bermodalkan sepeda butut peninggalan ayahnya. Dan ia pun tidak pernah mencoba untuk mendekati Ibu karena ia sudah sadar dari sejak awal, hanya dalam dongeng mimpi ia bisa mendapatkan gadis secantik Ibu.

Beberapa waktu kemudian, tanpa sengaja Ayah melihat Ibu yang menangis di tangga sekolah musik. Saat itu ia hendak naik ke lantai atas dan berpapasan dengan Ibu yang tampak sedang menangis. Ayah mencoba melewatinya tapi Ibu memintanya berhenti sambil berkata,

“Memangnya kamu tidak bisa apa menghibur seorang gadis yang sedang menangis? Jangan hanya lewat dan diam saja dong!” kata Ibu.

“Maaf, aku takut membuatmu marah, karena itu tidak ingin mengganggumu.”

“Kan kamu bisa tanya kenapa aku menangis? Gimana sih!” pinta Ibu membuat Ayah bingung.

“Tuh kan bingung, ayo tanya padaku kenapa aku menangis?!” teriak Ibu. Ayah menurutinya dengan gugup.

“Kenapa kamu menangis Angel?”

Ketika mendengarkan pertanyaan itu, yang ditanya malah berteriak menangis semakin kencang. Banyak orang yang mendengar tangisan itu langsung mendekat dan berpikir bahwa Ayah yang membuat Ibu menangis. Ayah tampak bodoh disudutkan dengan kondisi itu, apalagi supir Ibu langsung membawa Ibu pergi begitu saja. Sejak saat itu Ayah merasa menjadi terdakwa dan memutuskan untuk tidak sekolah musik lagi karena tidak ingin menjadi olok-olokan teman-teman sekelasnya.

Nenek bingung dengan Ayah yang tidak lagi sekolah musik, padahal ia sangat berharap mendapatkan beasiswa itu sejak lama.

“Kamu tidak sekolah musik lagi, Tin?” tanya Nenek.

“Males Bu, anak-anak orang kaya pada sombong, belajar di rumah juga sama aja. Toh itu piano tetap bisa jalan kan walau gak perlu belajar tambahan lagi?”

“Ya terserah kamu saja, yang penting kamu jangan lupa sekolah kamu yang utama, sekolah musik itu kan cuma tambahan saja.”

Menghabiskan waktu di rumah, Ayah ikut membantu Nenek menjaga toko rotinya. Tanpa ia sangka, Angel muncul di tokonya untuk membeli kue. Ia terkejut melihat Ayah yang sudah lama ia cari dan ini adalah pertemuan yang sudah ia nantikan.

“Ternyata kamu kerja di sini ya?”

“Enggak kok, ini toko roti ibuku.”

“Oo… begitu. Martin, itu kan nama kamu?” tanya Ibu.

“Iya, Martin.”

“Kenapa kamu gak sekolah musik lagi?”

“Gapapa, aku lagi pengen bantu ibuku saja, kebetulan para pegawainya lagi pulang kampung.”

“Jadi bukan karena kejadian saat itu kan?” tanya Angel sekedar untuk mengingatkan kejadian tangisnya yang heboh di sekolah musik.

“Bu… bukan!” jawabnya gugup.

“Baiklah kalau begitu, aku beli sepuluh roti isi coklat. Tolong dibungkus!”

Ayah dengan cepat mengemas roti pesanan Ibu dan beberapa saat kemudian menyerahkan sekantung roti penuh pada Ibu. Sambil memberikan uang, Ibu berkata,

“Aku minta maaf ya atas kejadian kemarin, aku sedang ada masalah pribadi saja. Kapan-kapan kalau kamu ada waktu, aku akan jelaskan,” ucap Ibu.

“Gapapa, dengan senang hati aku akan mendengarkan ceritamu,” kata Ayah tersipu malu.

Ibu pun pergi dari toko dan Ayah hanya terdiam bingung. Hatinya senang ketika gadis cantik itu meminta waktu untuk mendengar ceritanya. Tiba-tiba Ibu kembali lagi sambil berkata,

“Hai, besok di sekolah musik aku akan tampil. Kamu datang ya jam dua siang,” kata Ibu yang kemudian pergi begitu saja.

Ayah benar-benar seperti mabuk kepayang dengan permintaan Ibu. Hatinya begitu senang hingga membuat Nenek harus mengetuk kepalanya dengan sendok adonan hingga tersadar dari lamunan.

“Ibu, aku mau lanjutin sekolah musik lagi!” teriak Ayah.

“Lah, tadi katanya bosen, gimana sih!! Sudah jangan aneh-aneh, mandi sana! Biar Ibu yang jaga sekarang.”

“Iya tadi bosen, sekarang sudah enggak, besok aku sekolah lagi,” kata Ayah pergi ke dalam kamar sambil menutup kepalanya dengan bantal.

***

Keesokan harinya, Ayah benar-benar menepati janjinya untuk melihat penampilan Ibu Ibu di sekolah musik. Saat itu banyak murid yang tampil menjalani uji kelayakan naik kelas atau level. Ayah datang saat Ibu sedang berada di atas panggung. Banyak penonton yang begitu terhanyut oleh alunan musik piano klasik yang Ibu mainkan. Sesekali Ibu menolehkan wajahnya ke arah penonton dan berharap Ayah ada di sana hingga akhirnya setelah beberapa kali menoleh, ia menemukan Ayah yang sedang berdiri karena tidak kebagian kursi.

Setelah musik selesai, tepuk tangan Ayah terdengar paling nyaring di antara yang lain. Ibu tertawa kecil melihat Ayah yang memuji penampilannya. Sejak saat itu keduanya pun menjadi dekat. Mereka selalu menghabiskan waktunya di sekolah musik bersama. Itulah cinta monyet pertama Ayah. Walau mereka tidak pernah mengatakan cinta dan menyatakan berpacaran, keduanya selalu dekat dan saling menghabiskan waktu bermain musik piano sebagai bentuk jalinan cinta mereka.

***

Cinta mereka tidak selamanya berjalan baik. Empat bulan setelah masa-masa indah itu, Ibu harus melanjutkan pendidikannya ke Amerika yang disambut Ayah dengan penuh kesedihan. Memang jarak cinta dan usia sangat berpangaruh terhadap hubungan mereka. Ibu yang lulus dari bangku SMA harus melanjutkan kuliah sedangkan Ayah justru baru saja masuk SMA. Hal-hal itulah yang akhirnya membuat mereka sulit bersama.

Ayah begitu berat melepaskan Ibu di saat terakhir pertemuan mereka. Mereka menghabiskan waktu dengan bermain piano bersama. Di antara suara alunan piano, mereka pun bicara dengan hati yang terluka.

“Kalau aku pergi dari sini, apa kamu akan tetap sekolah piano disini?” tanya Ibu.

“Tidak, aku akan kembali membantu Ibu dan fokus pada sekolah umumku.”

“Kenapa, kamu kan suka main piano apalagi kamu sekolah di sini kan tidak dipungut biaya?”

“Tidak ada kamu di sini itu hanya membuatku sulit untuk melupakan kenangan kita,” kata Ayah dengan wajah sedih.

“Aku mungkin tidak akan kembali,” ucap Ibu kemudian membuat Ayah kaget.

“Kenapa kamu tidak kembali? Padahal aku berjanji untuk menunggu kamu sampai kembali.”

“Semua tergantung ayahku. Ia yang memutuskan, kalaupun harus kembali itu harus setelah aku selesai kuliah, memangnya kamu sanggup apa menunggu sekian tahun?”

“Aku pasti sanggup!”

Ibu hanya tersenyum. Ia sedikit lebih dewasa untuk menahan tangis di samping Ayah. Dan itulah saat-saat terakhir mereka bersama, dalam sebuah ruangan dan bermain piano bersama. Ibu pun pergi melanjutkan pendidikan kuliahnya di Amerika, sedangkan Ayah memutuskan keluar dari sekolah musik dan fokus pada sekolah pendidikan umumnya. Di hatinya hanya ada satu hal: ia akan terus menunggu dan menunggu hingga Ibu kembali walau ia tidak pernah tahu kapan itu terjadi.

***

Lima tahun kemudian…

Ibu kembali saat usianya sudah 23 tahun. Ia mungkin sudah melupakan Ayah untuk waktu yang lama. Ayah telah menjadi seorang pemuda tampan berusia 20 tahun. Ia baru saja lulus kuliah dan bekerja pada perusahaan dimana ayahnya Ibu adalah pemiliknya. Mereka bertemu saat Ibu tidak sengaja mampir ke kantor ayahnya. Saat itu di sebuah sebuah lift, Ibu dan Ayah saling berpapasan. Ayah tidak akan pernah lupa wajah Ibu yang cantik dan begitu pula sebaliknya. Keduanya salah tingkah tapi bahagia dengan pertemuan itu kemudian keduanya sepakat untuk melanjutkan pertemuan itu dengan makan malam.

Ayah tidak pernah tau kalau perusahaan keuangan yang ia tempati adalah milik Ibu. Ia pun tak menyangka bahwa Ibu akan bekerja di tempat yang sama. Keduanya semakin dekat hingga Ayah menepati janjinya kepada Ibu.

Ia tidak pernah memiliki seorang kekasih pun setelah berpisah dengan Ibu. Lain halnya dengan Ibu yang sudah memiliki beberapa kekasih dan itu ditunjukkannya kepada Ayah lewat foto-foto saat ia bersama mantan kekasihnya di Amerika.

Ayah pun tidak peduli dengan semua itu. Baginya yang terpenting saat ini ia sudah bisa bertemu dengan Ibu kembali dengan hati yang sepenuhnya mencintainya. Hati Ibu pun luluh melihat Ayah sebagai sosok pria sejati yang layak mendampingi hidupnya.

Sayang seribu sayang, kisah cinta mereka akhirnya sampai ke telinga Kakek. Ia marah karena tidak sudi melihat Ibu berpacaran dengan karyawan rendahannya. Ia malu dan gengsi dengan hubungan tersebut. Tanpa sebab yang jelas, Kakek memecat Ayah hingga membuat Ibu sangat marah. Ibu pun menyadari bahwa hubungannya telah diketahui ayahnya. Ia protes padanya.

“Kenapa Ayah tidak bisa memisahkan masalah pribadi dan perkerjaan? Jangan sewenang-wenang memecat Martin, ia tidak memiliki kesalahan dan bekerja dengan baik untuk perusahan kita!”

“Ia memang bekerja dengan baik tapi menghancurkan impian Ayah dengan baik juga terhadap kamu.”

“Angel sudah besar Ayah. Angel tau apa yang pantas Angel lakukan.”

“Pantas? Menurutmu pantas berpacaran dengan seorang karyawan rendahan dan seluruh karyawan di sini menggunjingkan ayahmu? Dimana letak urat malumu? Memangnya kamu sudah tidak laku sehingga harus pacaran dengan orang rendahan seperti itu?”

“Martin pria yang baik dan tidak serendah yang Ayah pikirkan. Kalau Martin dipecat, mulai hari ini, Angel pun angkat kaki dari perusahaan ini!”

Sejak saat itulah hubungan Ibu dan Kakek menjadi berantakan. Ibu sadar, Ayah pasti tahu mengapa ia dipecat dari perusahaan. Dengan berbesar hati ia menerima semua keputusan perusahaan dan tidak masalah baginya karena ia bisa bekerja pada perusahaan lain. Hubungan cinta itu terus berjalan tanpa sepengetahuan siapapun hingga dua tahun kemudian, mereka memutuskan untuk melanjutkan hubungan ini ke arah yang lebih serius ketika ibu berusia 25 tahun.

Ayah melamar Ibu di depan keluarganya dan langsung mendapatkan hujatan. Melihat tindakan nekad itu, kedua orang tua Ibu memutuskan untuk membawanya ke Amerika dan membuat cinta mereka terpisah. Awalnya semua berjalan dengan baik, tapi di saat-saat terakhir sebelum keberangkatannya, Ibu berhasil melarikan diri. Ia kabur ke rumah Ayah di bawah hujan yang deras. Di samping nenek, Ibu memohon untuk tinggal bersama Ayah.

Nenek yang tidak tega dan lebih berpikiran luas akhirnya mengizinkan keduanya tinggal bersama. Karena cepat atau lambat, orang tua Ibu akan mencarinya, maka keduanya pun memutuskan untuk kabur ke kampung halaman Ayah di Semarang. Di sana mereka hidup bersama dan akhirnya merayakan pernikahan secara resmi dengan membawa sedikit saksi-saksi yang dapat membuat sah pernikahan mereka. Ibu kembali dengan surat nikah ke hadapan orang tuanya bersama Ayah.

Dengan wajah penuh emosi, saat itu Kakek berkata,

“Mulai saat ini, kamu bukanlah anakku lagi, pergi dari rumah ini!”

Dengan tangis, Ibu pergi meninggalkan rumah dan kemewahan miliknya. Sebelum ia pergi, adik kandung satu-satunya memberikan sedikit uang yang langsung mereka tolak. Adik Ibu memaksa dan berharap uang itu bisa digunakan untuk masa depan keluarga kecil ini karena setelahnya, mungkin mereka tidak akan pernah bertemu lagi dengan mereka. Keluarga besar Ibu memutuskan untuk selamanya menetap di Amerika dan meninggalkan semuanya.

Simpanan uang yang diberikan adik Ibu akhirnya dijadikan bekal membangun sebuah keluarga di Semarang, kampung Ayah. Ibu membuat kursus musik secara pribadi dan Ayah berkerja di kantor keuangan.

Setahun kemudian, Ibu mulai mengandungku. Keluarga kecil itu begitu bahagia melengkapi kehidupan barunya hingga Ibu memutuskan untuk berhenti mengajar les piano dan fokus pada bayi kecil yang kelak menjadi diriku di masa depan.

Sebulan aku dalam kandungan, Ibu mulai tampak telihat aneh. Ia sering merasa sakit dan tubuhnya melemah. Ayah mulai cemas karena Ibu tidak seperti ibu hamil lainnya. Apalagi Nenek juga melihat keanehan karena semakin besar usia kandungannya, Ibu semakin terlihat tidak sehat. Ayah membawa Ibu ke dokter dan inilah hal yang paling memilukan terjadi dalam kehidupan mereka. Tanpa mereka sadari, ada hal lain dalam hidup mereka yang tidak bisa disatukan.

Ayah memiliki darah yang bertolak belakang dengan Ibu. Ayah memiliki rhesus darah positif sedangkan Ibu memiliki darah rhesus negatif. Dalam dunia kedokteran, kedua darah tersebut tidak diperbolehkan untuk bersama. Pernikahan yang terjadi tanpa pernah melihat apa yang membedakan mereka itu pun akhirnya menjadi masalah bagi Ibu. Ibu mengandung aku yang memiliki rhesus darah positif milik Ayah dan itu membuat tubuh Ibu menolak kandungan Ibu.

Dan akibat perbedaaan itu, usia kandungan yang semakin besar membuat tubuh Ibu semakin menderita. Dokter menyarankan Ibu untuk mengugurkan kandungan, tapi Ibu menolak keras rencana itu. Bagi Ibu, aku adalah segalanya dalam hidup. Ayah tidak bisa melakukan apapun dan tidak juga menyarankan Ibu untuk mengugurkan kandungannya. Karena ia tahu, Ibu begitu mencintai aku dan tidak akan pernah mau melakukan tindakan kejam itu. Tindakan Ibu yang tegas akhirnya hanya membuat dokter mengikuti kehendaknya tapi ia mengingatkan Ibu bahwa Ibu bisa kapan saja mengalami kondisi kritis bila aku dipertahankan.

Dengan bertahan di atas kesakitan dan maut yang siap kapan saja menjemput, Ibu percaya bahwa Tuhan menciptakan aku dalam hidupnya dengan penuh tujuan. Akhirnya setelah masa-masa penuh derita itu, saat usia kandungan mencapai tujuh bulan, Ibu tiba-tiba pingsan tak sadarkan diri. Ayah membawanya ke dokter untuk dirawat di unit gawat darurat. Saat itu dokter memutuskan untuk mempercepat proses kelahiranku karena kondisi Ibu akan semakin sangat kritis bila aku terus bertahan.

Tanpa pernah melihatku saat matanya terbuka, Ibu meninggal saat aku benar-benar berhasil diselamatkan oleh dokter. Ayah hanya bisa termenung sedih melihat kepergian Ibu yang begitu mendadak. Tapi ia selalu teringat janjinya pada Ibu di saat Ibu memutuskan untuk bertahan dengan aku di dalam tubuhnya.

“Anak ini… walau orang lain mengatakan tidak pantas untuk dilahirkan, bagiku ia adalah malaikat yang hidup dihatiku, Martin. Kelak ketika ia lahir, berikanlah nama Angel padanya. Karena Dokter bilang anak ini berjenis kelamin perempuan.”

“Kenapa kamu berkata begitu?”

“Karena aku takut kamu lupa untuk memberikan nama ini, jadi aku ingatkan.”

Tak pernah disangka Ayah, itulah pesan terakhir Ibu untuk Ayah sebelum ia meninggal. Ayah hanya bisa menangis dan berusaha tegar untuk kedua kalinya ia harus ditinggalkan Ibu. Dan kini, aku mengerti mengapa aku menangis begitu kencang saat aku terlahir ke dunia ini. Mungkin karena aku menangis untuk memanggil Ibu yang telah pergi untuk mengorbankan jiwanya demi aku. Aku menangis karena aku ikut bersedih tidak pernah bisa melihatnya seperti ia tidak pernah bisa melihatku ketika terlahir…


Aku Berbeda

Aku mungkin tidak akan pernah menyadari bahwa aku berbeda dengan orang-orang yang ada di sampingku. Semuanya mulai kupahami, saat aku sadar bahwa aku tidaklah sama dengan anak-anak lain yang kulihat. Ketika berjalan bersama Nenek di halaman rumahku, mereka dapat berbicara dengan mulutnya dan mendengar apa yang sulit kupahami. Aku tidak mengerti apa itu yang disebut dengan pendengaran. Alat indra yang satu ini tidak pernah ada dalam hidupku. Bahkan aku tak bisa mendengar suaraku sendiri.

Aku memiliki telinga dan fisikku tumbuh dengan baik saat berusia lima tahun, tapi itu hanya tampak dari luar. Sesungguhnya aku tidak pernah bisa mendengar apapun selain suara hatiku sendiri. Ayah yang dari sejak awal menyadari aku cacat, tidak pernah mau mengatakan kalau aku adalah seorang gadis cacat. Ia dan Nenek memperlakukanku selayaknya gadis normal sejak dua tahun sebelumnya, setelah mendapatkan informasi dari Dokter Intan tentang pelatih tunarungu.

Ayah langsung menghubungi pelatih itu yang notabene seorang ibu yang tampak sudah tua. Ia datang setiap hari ke rumahku untuk memberikan pelajaran kepada Ayah dan Nenek tentang bagaimana cara berkomunikasi denganku. Ayah dengan giat belajar pada ibu baik hati yang kupanggil Bibi Anggun itu. Yang aku tahu, ia memiliki seorang anak yang juga tunarungu. Jadi, ia memiliki perasaan senasib dengan orang tua yang juga memiliki seorang anak tunarungu Baginya, menjadi pelatih orang tua tunarungu adalah cara untuk berbakti sosial.

Setiap hari setelah pulang kerja, Ayah belajar pada Bibi Anggun. Nenek juga ikut serta, sedangkan aku malah asyik bermain boneka tanpa menyadari bahwa kelak akupun akan mempelajari bahasa tangan dari Ayah. Ia dengan cepat mengerti sedikit demi sedikit hal-hal yang harus ia ajarkan padaku. Ia tidak mengajarkan aku secara keras, tapi ia menggunakan sedikit permainan. Misalnya, apabila ia ingin mengatakan padaku bahwa ini adalah seekor kelinci, ia akan menunjukkan dengan tangannya lalu memperagakannya padaku.

Aku yang saat itu masih kecil mengikuti saja apa yang Ayah ajarkan walau itu sulit. Terkadang aku malah asyik bersama bonekaku, namun akhirnya lama-kelamaan aku terbiasa untuk mengerti maksud Ayah. Aku mulai mengerti bagaimana caranya untuk meminta minum pada Nenek, ingin bermain atau bahkan ke toilet agar tidak buang air kecil di celanaku. Dua tahun adalah masa-masa yang sangat sulit bagi Ayah, karena ia menghabiskan banyak waktunya untukku dengan setulus hati dan tanpa lelah.

Setelah umurku cukup, Ayah menyekolahkanku di Sekolah Luar Biasa dimana aku merasa sangat nyaman dan bertemu orang-orang yang sama denganku. Aku memiliki banyak teman sepermainan yang mengerti apa yang hendak aku katakan lewat bahasa tanganku. Di sekolah ini, setiap harinya aku menghabiskan waktu selama lima jam dari pagi hingga siang hari sampai Nenek menjemputkupulang. Sedangkan pada pagi hari Ayahlah yang bertugas mengantarkanku sebelum akhirnya melanjutkan pergi ke kantornya.

Aku memiliki banyak guru yang baik hati dan sabar untuk mengajari kami anak-anak tunarungu, dengan sepenuh hati. Sahabat-sahabat kecilku saat itu semuanya sangat baik. Ada Lina yang umurnya setahun lebih tua dariku atau Andri yang sudah berumur sepuluh tahun tapi masih perlu belajar banyak bahasa isyarat tangan. Rasanya, aku selalu ingin bersama teman-temanku ketika pulang dari sekolah. Namun kini, duniaku sudah berubah. Aku tidak punya teman untuk berbagi cerita selain Nenek yang terkadang sibuk dengan pesanan tetangga-tetangga yang menyukai rotinya.

Pernah suatu ketika, aku mencoba untuk keluar dari rumahku seorang diri saat Nenek sedang asyik membuat roti dan pintu terbuka lebar. Aku selalu mengingat jalan menuju sekolahku dan berpikir untuk sekali-sekali berjalan ke sekitar taman komplek. Di sana banyak mainan yang disediakan untuk anak-anak. Ada sekolam pasir, ayunan dan kincir angin kecil yang sesungguhnya membuatku begitu ingin mencobanya.

Saat aku tiba di taman, ada sekumpulan anak yang sedang bermain dan perawat yang menjaga tak jauh dari mereka. Aku mendekat dan langsung mencoba ayunan yang kosong. Namun tanpa aku sadari, ada seorang anak laki-laki menunggu giliran dan melihat ke arahku. Ia terus berteriak padaku namun aku hanya terus mengayun tanpa henti. Karena kesal, ia pun menahan tali pengikat ayunan dan aku agak terkejut sambil memperhatikannya.

Dia berteriak padaku.

“Gantian dong, ini kan mainan bersama!”

Aku tidak mengerti apa yang ia katakana, jadi kuteruskan bermain. Kemudian ia menangis karena merasa aku terlalu egois sehingga anak-anak lain pun berkumpul. Semua melihatku dengan tatapan aneh dan aku merasa seperti seekor harimau di atas panggung sirkus. Aku berhenti dan memperhatikan mereka. Semua saling bicara satu sama lain, sedangkan aku hanya bisa terdiam seperti merasa ada sebuah penolakan padaku.

“Ini kan anak cacat yang tinggal di samping komplek,” kata seorang anak perempuan yang tinggal tak jauh dari rumahku.

“O… jadi dia cacat. Sudah cacat jahat lagi tidak mau gentian main, kasihan Hendra nangis gara-gara anak cacat ini, kita laporin suster yuk!” ujar salah satu anak laki-laki lain. Aku baru menyadari bahwa anak yang menangis itu bernama Hendra.

Perawat yang mereka sebut suster itu mendekatiku. Aku menjadi ketakutan. Semua berteriak bahwa aku jahat seolah aku ini maling. Walau aku tidak mengerti apa yang mereka katakan tapi tatapan mereka terlihat seperti tidak menyukaiku,. Akhirnya aku pun berjalan meninggalkan tempat itu sebelum perawat itu datang padaku. Mereka terus berteriak menghinaku tapi perawat mereka justru hanya terdiam.

“Anak cacat jangan kembali, anak cacat jangan kembali,” teriak mereka berulang-ulang.

Aku menoleh ke belakang dan pada saat itu juga hatiku pun sedih. Andai saja aku mengerti apa yang mereka katakan, pasti aku akan lebih sedih lagi. Aku pulang dan melihat Nenek begitu cemas menungguiku. Ia menarik tanganku masuk ke rumah dan bertanya padaku lewat bahasa tangan.

“Kamu darimana Angel? Nenek cemas mencari – cari kamu!”

“Nenek, mengapa aku tidak bisa mengerti apa yang anak-anak lain bicarakan? Kenapa mereka mengusirku dan menunjukkan wajah yang tidak baik padaku?”

“Anak-anak mana?”

“Anak-anak di taman komplek,” ujarku sedih.

“Jadi kamu habis dari sana? Untuk apa?”

“Aku hanya ingin bermain ayunan, tapi mereka tidak suka padaku.”

Nenek lalu menarik tanganku dan membawaku ke taman tempat tadi aku bermain, kemudian Nenek berteriak pada anak-anak itu.

“Siapa yang melarang cucuku bermain di taman ini?”

Semua terdiam dan berhenti bermain mendengar suara Nenek yang cukup terlihat marah dari wajahnya. Seorang perawat mendekati Nenek dan mencoba menjelaskan,

“Kenapa Nek?”

“Siapa yang melarang cucuku untuk bermain disini?”

Akhirnya suster itu menjelaskan sesuatu kepada Nenek, sedangkan anak-anak lain tampak ketakutan bahkan sebagian pergi meninggalkan taman. Aku melihat mereka pergi dan langsung mendekati ayunan. Saat itu aku langsung duduk dan mengayun diriku sendiri. Nenek sepertinya mulai menyadari persoalannya dan terlihat lebih tenang dari sebelumnya setelah perawat itu menjelaskan beberapa hal. Setelah perawat itu pergi, Nenek mendekatiku. Ia terlihat begitu murung, perlahan ia membantuku untuk mendorong ayunan.

Aku tersenyum padanya dan berkata untuk lebih cepat. Nenek dengan senang hati melakukan apa yang aku inginkan. Aku tertawa kegirangan karena akhirnya bisa menikmati ayunan yang semakin kencang dan merasakan angin menyentuh tubuhku dan membuat rambutku berterbangan. Nenek berhenti mengayun dan melepas kacamatanya, air matanya terjatuh dan ia hapus dengan perlahan. Saat ayunan berhenti, aku menoleh ke arah Nenek di belakangku. Karena aku melihat Nenek menangis, maka kuhentikan ayunan dan mendekatinya.

“Kenapa Nenek menangis?” tanyaku.

“Tidak apa-apa. Sudah puas mainnya?”

“Sudah. Ayah kapan pulang?” tanyaku lagi.

Nenek menundukkan badannya lalu mengatakan sesuatu padaku,

“Angel, lain kali kalau kamu ingin bermain ke mana pun, ajaklah Nenek. Nenek akan dengan senang hati menemani kamu.”

“Iya.”

Aku yang masih kecil itu belum menyadari mengapa Nenek berkata demikian. Karena sesungguhnya Nenek hanya bersedih di dalam hatinya. Ia sadar, bahwa cucunya yang tunarungu, memiliki dunia yang berbeda dengan anak-anak lain yang melihatku dengan aneh. Ia cemas melihat masa depanku di dunia ini, ia cemas untuk membayangkan bagaimana aku nanti hidup di dalam kehidupan bermasyarakat. Usianya yang sudah sepuh, memiliki sedikit waktu untuk menjagaku. Saat aku tiba dirumah, ia berkata padaku,

“Angel, belajarlah dengan benar di sekolah. Karena dengan begitu kamu akan bisa mengerti bagaimana cara bicara dan berkomunikasi dengan orang lain.”

“Memangnya kenapa, Nek?”

“Karena itulah cara kamu untuk belajar tentang bermain, memiliki teman dan meminta pertolongan pada orang lain.”

“Aku kan sudah punya teman di sekolah. Mereka mengerti apa yang aku katakan dan semua tampak normal?”

Nenek mungkin tidak ingin melanjutkan pembicaraan lebih dalam dan ia hanya memintaku untuk belajar lebih giat. Dalam hatinya, ia ingin berkata bahwa aku berbeda dengan orang lain yang normal. Satu-satunya cara agar aku dapat hidup bermasyarakat adalah dengan belajar untuk mengerti bagaimana cara untuk dapat hidup di dunia ini dengan keadaanku yang tidak sempurna. Tapi ia mengurungkan niat itu karena sadar bahwa aku masih terlalu kecil untuk mengerti arti kehidupan yang keras ini.

Nenekku yang baik hati, ia adalah malaikat yang selalu siap melindungiku walau harus kusadari usianya telah senja.

***

Di sekolahku, aku mulai mempelajari bagaimana caranya berhitung, membaca dan memperhatikan mimik muka atau gerak bibir untuk manangkap maksud apa yang hendak dibicarakan lawan bicara. Aku berpikir itulah kehidupan normal yang aku jalani dan merasa bahwa seisi kelasku juga sama dengan kondisiku, jadi aku menikmati semuanya seiring berjalannya waktu.

Saat mengambil raport kelas setiap semester, aku selalu mendapatkan rangking satu dan itu membuat Ayah cukup senang. Saat pengambilan raport, wali kelasku berkata kepada Ayah,

“Angel terlalu pandai untuk bersekolah di tempat seperti ini, apakah Bapak berpikir untuk menyekolahkannya di sekolah yang umum dan normal?”

“Tapi dia masih terlalu kecil dan saya tidak yakin.”

“Kami para guru sepakat untuk mengatakan bahwa kemampuan pendidikan Angel setara dengan anak kelas 6 SD di sekolah normal. Ia pandai berhitung, menulis dan menangkap apa yang kami bicarakan lewat mulut juga tampak seperti anak normal lainnya. Mungkin kesulitannya hanya tidak dapat mendengar dan bicaranya kurang sempurna, tapi semua itu bukanlah masalah.”

“Lalu apa saran Ibu?”

“Semua pelajaran telah ia serap dengan baik. Walau usianya saat ini baru delapan tahun, tapi ia sudah belajar dengan anak usia tiga belas tahun tahun. Mungkin lebih baik ia disekolahkan di tempat yang normal. Saya yakin Angel bahkan bisa lebih pintar dari anak-anak normal lainnya.”

“Akan kami pikirkan, karena sulit untuk membayangkan Angel sekolah umum. Saya takut ia tidak siap dan tidak bisa diterima.”

“Bapak tidak perlu pesimis begitu. Sekarang, kami guru-guru akan fokus untuk mengajarkan Angel untuk bahasa isyarat sehingga ia dapat dengan cepat sekolah di tempat normal. Yang terpenting sekarang adalah kita menyiapkan dia untuk ke depannya. Banyak kok anak-anak seperti Angel yang akhirnya memutuskan untuk sekolah di tempat umum dan selama ini tidak ada masalah.”

Ayah hanya terdiam kemudian kami pulang ke rumah. Ketika makan malam, Ayah dan Nenek berdiskusi, sepertinya Nenek sedikit tidak setuju dengan pendapat Ayah. Ia lebih berharap aku bersekolah di tempat yang lama karena ia tidak ingin aku terluka oleh anak-anak normal lain seperti ia melihatku ketika di taman dulu. Ketika malam saatnya tidur, Ayah mengantarkan aku hingga ke ranjang lalu mengajakku untuk bicara sebelum tidur.

“Angel, apakah kamu merasa diri kamu berbeda dengan anak-anak lain?” tanya Ayah tampak serius.

“TIdak,” jawabku.

“Angel, apakah kamu tau, bahwa kamu adalah seorang tunarungu?”

“Tunarungu, bukannya semua teman-temanku juga tunarungu?”

“Tidak semua anak-anak yang kamu tau itu adalah tunarungu. Kamu berbeda Angel. Kamu tidak dapat mendengar dan hanya sedikit dari anak-anak lain yang bisa mendengar. Bisa kamu pahami?”

Aku terdiam seperti tampak tidak mengerti.

“Baiklah, kalau begitu kamu lekas tidur sana,” kata Ayah menyerah dan hendak pergi. Aku meraih tangannya sambil berkata.

“Ayah, yang aku tau tentang diriku, aku hanya ingin bersamamu. Itu saja cukup. Aku tau, aku tidak mendengar dan tidak mengerti apa itu mendengar, tapi aku merasa cukup dengan keadaanku saat ini. Aku bahagia memiliki teman-teman yang bisa bermain bersamaku. Tidak sulit buat aku bicara dengan mereka.”

“Tapi kelak kamu harus mencoba untuk hidup dengan lingkungan berbeda. Karena kamu akan terus tumbuh menjadi besar.”

“Hmm… teman-temanku juga akan tumbuh dewasa dan sama dengan kondisiku.”

“Kamu memangnya tidak ingin punya teman yang bisa mendengar?”

Aku terdiam. Belum pernah terpikir olehku memiliki teman yang bisa mendengar, malah berpikir bahwa bisa mendengar adalah sesuatu yang aneh.

“Aku tidak pernah berpikir tentang itu,” jawabku.

“Baiklah, lupakan pertanyaan Ayah hari ini, lekas tidur. Besok kamu kan harus sekolah. Ayah tidak ingin kamu terlambat bangun. Oke?”

“Oke,” jawabku.

“Selamat malam Ayah…” ucapku pada Ayah yang langsung menjawab dengan tersenyum.

Sejak malam itu, aku mulai berpikir tentang sebuah pertanyaan dari Ayah. Apakah aku bisa memiliki teman lain selain teman-temanku yang tunarungu? Bagaimana rasanya memiliki teman yang bisa mendengar? Bagiku, melihat orang lain bicara adalah sesuatu yang aneh. Dalam duniaku hanya ada satu cara untuk berkomunikasi yaitu lewat bahasa tangan. Ayah sungguh membuatku bingung dan berpikir tanpa henti dengan pertanyaan-pertanyannya.

***

KLIK NEXT untuk membaca PART II



Prev

next

Home
 

Aku Smart © Copyright by Irsyad'Blog | Template by BloggerTemplates | Blog Trick at Blog-HowToTricks